Sumbawa - Reportase7.com
Di Mentingal, konflik penguasaan lahan kembali menunjukkan betapa rapuhnya perlindungan negara terhadap hak warga atas ruang hidup. Pada 31 Oktober 2025, sebuah drone terbang rendah menyemprotkan cairan ke lahan garapan warga di Kecamatan Plampang, area yang hingga kini masih diperselisihkan antara masyarakat dan PT Sumbawa Bangkit Sejahtera (PT SBS).
Dari pinggir lahan, Masni, salah satu pejuang agraria yang menguasai dan mengelola lahan tersebut sejak 2012, berdiri bersama suaminya menyaksikan drone itu bekerja.
“Kami lihat langsung. Drone itu bolak-balik menyemprot lahan yang selama ini kami tanami,” ujarnya, Sabtu 01 November 2025.
Lahan yang disemprot itu belum ditanami oleh perusahaan, namun warga melihat tanda-tanda awal persiapan pembukaan jalur, penandaan batas, dan kini penyemprotan. Mereka menduga perusahaan bersiap memulai tahap penanaman di atas lahan yang belum ada penyelesaian hukumnya.
Karena penyemprotan baru dilakukan siang itu, belum tampak perubahan pada tanaman maupun rerumputan pakan ternak. Namun pengalaman warga di wilayah lain dengan penggunaan herbisida membuat mereka khawatir bahwa dampaknya akan terasa dalam hitungan hari.
Bagi warga, tindakan ini bukan sekadar aktivitas perusahaan. Ia adalah simbol penguasaan sepihak, terutama karena kesepakatan penyerahan 50 hektar lahan kepada warga hasil mediasi resmi di Kantor Pertanahan Sumbawa pada 2 Februari 2023 belum dijalankan.
Sementara itu, perusahaan berpegang pada Hak Guna Usaha (HGU) yang diterbitkan pada 2024 sebagai dasar legal untuk memulai persiapan tanam.
Perbedaan penafsiran atas kesepakatan itulah yang kembali menajamkan konflik di lapangan.
Suparjo Rustam, S.H, Pengacara Publik LBH Keadilan Samawa Rea, menilai tindakan mengubah kondisi objek sengketa sebelum kesepakatan dipenuhi dapat menghilangkan kesempatan warga mempertahankan haknya.
“Selama kesepakatan belum dijalankan, tindakan yang mengubah lahan dapat dinilai tidak mengedepankan itikad baik dalam penyelesaian konflik,” ujarnya.
Suparjo juga menegaskan bahwa warga telah melaporkan dugaan penipuan terkait kesepakatan tersebut ke Kepolisian Resor Sumbawa, dan mendesak polisi segera menindaklanjuti laporan itu secara transparan.
“Negara harus hadir memastikan warga tidak kehilangan haknya. Proses hukum tidak boleh dibiarkan berlarut,” tegasnya.
Pewarta: Red
Editor: R7 - 01


0Komentar