Advokat Indi Surati Mahkamah Agung dan Komnas HAM RI Minta Batalkan Eksekusi Lahan Warga di Dusun Ai Jati

Sumbawa - Reportase7.com

Kasus sengketa lahan Ai Jati simpang Tano, Desa Mapin Kebak, Kecamatan Alas Barat, Kabupaten Sumbawa berbuntut panjang, terkait akan dilaksanakan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1947 K/Pdt.G/1991 tanggal 16 Pebuari 1995 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Mataram No. 60/PDT/1992/PT.NTB tanggal 18 Maret 1992 Jo Putusan Pengadilan Negeri Sumbawa Besar No. 24/Pdt.G/1991/PN.SBB tanggal 23 Nopember 1991 berdasarkan Penetapan Sita Eksekusi Pengadilan Negeri  Sumbawa Besar No. 1/Pen.Eks/Pdt.G/2024/PN.Sbw tanggal 10 Oktober 2024 yang akan di laksanakan pada hari Rabu tanggal 05 Nopember 2025.

Menyikapi hal tersebut, Advokat Indi Suryadi, S.H, melalui Surat Kuasa Khusus No.008/SK.HK.PdtI/X/2025 tanggal 30 Oktober 2025 bertindak atas nama kliennya Sahak Bin Umar Perkuk melayangkan surat permohonan penundaan atau Pembatalan Ekseskusi Pengosongan berdasarkan penetapan sita ekseskusi Pengadilan Negeri Sumbawa  Pengadilan Negeri Sumbawa  Besar No. 1/Pen.Eks/Pdt.G/2024/PN.Sbw tanggal 10 Oktober 2024 tersebut.

"Hari ini, saya layangkan langsung ke Ketua Mahkamah Agung RI, Komnasham RI, Kapolri dan Ketua Pengadilan Tinggi Mataram serta sejumlah pihak-pihak lainnya," ujar Advokat Indi, Minggu 02 November 2025.

Lanjutnya, Indi menegaskan bahwa, ada beberapa alasan yang kuat yang bisa membatalkan putusan tersebut, antara lain yakni, bahwa tidak semua ahli waris dari penggugat Asli Putusan Mahkamah Agung RI  No. 1947 K/Pdt.G/1991 tanggal 16 Febuari 1995 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Mataram No. 60/PDT/1992/PT.NTB tanggal 18 Maret 1992 Jo Putusan Pengadilan Negeri Sumbawa Besar No. 24/Pdt.G/1991/PN.SBB tanggal  23 Nopember 1991 bertindak selaku pemohon eksekusi.

Lalu kemudian, sambung Advokat Indi, batas di bagian selatan dari obyek sengketa tidak di sebutkan dan atau tidak jelas, sementara batas bidang tanah sangat penting untuk menentukan penyelesaian sengketa kepemilikan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1149 K/Sip/1979 menyatakan bahwa, bila tidak jelas batas-batas tanah sengketa, maka gugatan tidak dapat di terima. Berpedoman pada putusan Mahkamah Agung RI di atas maka sudah barang tentu Putusan Mahkamah Agung  Republik Indonesia No. 1947 K/Pdt.G/1991 tanggal 16 Pebuari 1995 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Mataram No. 60/PDT/1992/PT.NTB tanggal 18 Maret 1992 Jo Putusan Pengadilan Negeri Sumbawa Besar No. 24/Pdt.G/1991/PN.SBB tanggal 23 Nopember 1991 sangat bertentangan dan tidak memberikan kepastian hukum. bebernya.

Begitupula pada saat di lakukan KONSTATERING (pencocokan) batas 
pada tanggal 22 Oktober 2024 tidak di lakukan dengan semestinya, terang Advokat Indi, hal ini dapat di buktikan adanya penambahan atau penyebutan batas di bagian Selatan yang sebenar pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1947. K/Pdt.G/1991 tanggal 16 Pebuari 1995 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Mataram  No. 60/PDT/1992/PT.NTB tanggal 18 Maret 1992 Jo Putusan Pengadilan Negeri  Sumbawa Besar No. 24/Pdt.G/1991/PN.SBB tanggal 23 Nopember 1991 tidak di sebutkan batas Selatan dari obyek sengketa. 

Ia menegaskan, di atas Obyek yang akan di rencanakan untuk di  eksekusi, terdapat beberapa Sertipikat Hak Milik yang sampai saat ini secara hukum tidak pernah di batalkan oleh Lembaga Peradilan, meskipun pemegang hak pada Sertipikat Hak Milik tersebut bukan sebagai pihak yang berperkara, sekiranya  patut untuk di pertimbangkan guna mencegah hal-hal yang tidak di inginkan agar tercipta kondisi yang kondusif demi tercapainya kepastian hukum.

"Berdasarkan alasan yang telah disampaikan, kami mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Sumbawa Besar, agar dapat menunda dan atau membatalkan pelaksanaan eksekusi yang di rencanakan pada hari Rabu tanggal 5 Nopember 2025 dan meminta petunjuk kepada Ketua Mahkamah Agung RI, agar ada kepastian hukum," pungkasnya. 

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01