Sepenggal Cerita Supni Pegawai Honorer 15 Tahun Terkatung Tanpa Kepastian

Lombok Utara - Reportase7.com

Salah seorang tenaga honorer Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Supni, akhirnya angkat bicara setelah 15 tahun terkatung-katung tanpa kepastian karena Pemda KLU belum menetapkan calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu.

Padahal, perempuan yang telah mengabdi selama 15 tahun itu dan tiap hari PP Lingsar KLU mengaku telah memenuhi berbagai persyaratan yang di minta dan sudah terdaftar dalam database Kementerian PAN-RB.

"Saya merasa Pemda KLU melalui BKD KLU belum ada kejelasan penetapan untuk PPPPK paruh waktu tersebut, padahal di berbagai daerah pemdanya telah menetapkan NIP Paruh Waktu untuk tenaga honorer yg namanya telah masuk dalam database MenPAN-RB," tanya Supni.

“Mungkin secara politik saya tidak punya kekuatan apa-apa, tapi dari sisi kinerja dan etos kerja, InsyaAllah tidak perlu diragukan lagi,” ujarnya kepada media ini, Kamis 27 November 2025. 

Ia menjelaskan bahwa dirinya sudah masuk database MenPAN-RB sejak lama dan mempertanyakan kejelasan usulan pengangkatan PPPK Paruh Waktu. 

Menurutnya, jalur PPPK Paruh Waktu merupakan jenjang yang semestinya diberikan kepada honorer yang telah masuk database untuk kemudian berproses menjadi PPPK penuh (ASN).

“Apakah Pemda KLU sudah mengusulkan nama untuk PPPK Paruh Waktu atau belum? Karena berdasrkan rilis Instagram BKN.id, Kabupaten Lombok Utara masih nihil atau nol,” katanya. 

Sementara itu, Kepala BKD Lombok Utara Moh Muldani saat dikonfirmasi media pada Jumat (21/11/2025), memberikan penjelasan mengenai persoalan ini. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah kini tidak lagi bisa melakukan “titip menitip” nama di luar data resmi yang telah masuk.

“Regulasi sekarang sudah jelas. Amanat PP menyatakan bahwa apabila ada SK yang dikeluarkan di luar data 2025, maka kepala OPD yang mengeluarkan SK itu siap dikenakan sanksi,” tegasnya.

Menurutnya, jika SK honorer Supni tercatat sejak tahun 2011 di Dinas Lingkungan Hidup dan ia benar-benar bekerja secara kontinu, seharusnya ia masuk dalam database.

“Persyaratan itu jelas: honorer yang bekerja, menandatangani daftar hadir, dan melengkapi berkas. Mungkin ada kelalaian dari yang bersangkutan,” jelasnya.

Supni berharap pemerintah daerah bersikap lebih transparan dalam proses seleksi PPPK Paruh Waktu. Ia meminta kejelasan mengenai usulan itu. 

“Saya hanya ingin pemda lebih transparan, tegas dan berani bersuara atas usulan paruh waktu ini. Karena berita yg dirilis BKN.id dalam ig-nya menyatakan KLU belum mengusulkan p3k paruh waktu. Kalau 15 tahun mengabdi saja tidak cukup jadi pertimbangan, lalu apa lagi yang dibutuhkan?, apa mungkin karena saya minus dari beck up secara politik," cetus Supni.

Kasus ini menambah panjang daftar keluhan tenaga honorer di berbagai daerah, terutama yang merasa tersisih meski telah mengabdikan waktu dan tenaga dalam jangka panjang. Pemerhati kebijakan publik menilai, transparansi dan verifikasi data menjadi kunci agar polemik seperti ini tidak terus berulang.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01