Terbongkar! Tanpa Persetujuan Ahli Waris, Kepala Desa Mamben Daya Aktor Dibalik Penerbitan Surat Hibah Embung

Lombok Timur - Reportase7.com

Pembangunan embung kecil di Dusun Omba, Desa Mamben Daya, Kecamatan Wanasaba, Lombok Timur, awalnya ditujukan untuk mendukung irigasi dan pengelolaan air di wilayah desa. Proyek yang dikerjakan Balai Wilayah Sungai (BWS) I Nusa Tenggara itu bahkan telah selesai dan dimanfaatkan warga.

Namun di balik permukaan air yang tenang, sebuah persoalan besar mencuat, tentang dugaan pemalsuan tanda tangan pada dokumen hibah tanah seluas 70 are yang menjadi dasar pembangunan embung tersebut. 

Persoalan ini pun menyeret nama Kepala Desa Mamben Daya Ridwan, yang diduga menjadi aktor di balik penerbitan surat hibah tanpa persetujuan penuh para ahli waris, Selasa 25 November 2025.

Awal Mula Kasus Terbongkar

Dokumen hibah bertanggal 26 Februari 2024 menjadi pemantik polemik. Di dalamnya tercantum nama Ridwan sebagai pihak penghibah, serta tanda tangan sejumlah saksi, yakni Padli sebagai Staf Desa dan Zakaria sebagai Kepala Dusun Omba.

Masalah muncul saat para ahli waris pemilik lahan mengaku tidak pernah memberikan persetujuan hibah. Mereka menegaskan tanah seluas 70 are itu merupakan tanah waris yang belum pernah dibagi atau diserahkan kepada pihak mana pun.

Saat hearing dengan BWS I Nusa Tenggara pada 24 November 2025, perwakilan ahli waris membawa temuan awal: tanda tangan dalam surat hibah diduga dipalsukan.

Pengakuan Mengejutkan Kepala Dusun Omba

Kepala Dusun Omba, Zakaria, yang namanya tercantum sebagai saksi dalam surat hibah, menyampaikan bantahan tegas. Ia mengaku tidak pernah menandatangani dokumen tersebut.

“Saya benar-benar tidak mengetahui terkait lahan yang dihibahkan itu. Baru kemarin saya dapat informasi setelah diributkan,” ujar Zakaria ketika dikonfirmasi.

Menurutnya, tanda tangan di dalam dokumen sangat berbeda dari tanda tangan aslinya. Ia menegaskan tidak pernah dihubungi, dimintai persetujuan, ataupun diminta hadir ketika dokumen itu dibuat.

Bukan hanya soal tanda tangan. Zakaria juga menegaskan dirinya tidak pernah mengetahui adanya musyawarah keluarga maupun musyawarah desa terkait hibah tersebut.

Pemalsuan Tanda Tangan Saksi

Keterangan Zakaria kemudian dikonfirmasi oleh saksi lain yang namanya juga tercantum dalam dokumen,  25 November 2025, mengaku bahwa tanda tangan Zakaria memang bukan tanda tangan asli.

Staf desa diduga melakukan pemalsuan tanda tangan itu dilakukan atas diduga tekanan dan perintah Ridwan.

“Zakaria kepala dusun Ombe tanda tangannya di duga dipalsukan oleh staf desa yang diduga atas suruhan Ridwan demikian pengakuan Zakaria saat dikonfirmasi oleh ahliwaris.

Pengakuan ini memperkuat dugaan adanya tindakan manipulatif dalam penerbitan surat hibah.


Posisi Ridwan yang Penuh Tanda Tanya


Ada dua hal yang membuat tindakan Ridwan semakin disorot.
Pertama, masa jabatan Ridwan sebagai kepala desa sebenarnya telah berakhir pada periode dokumen itu diterbitkan. Posisi kepala desa diisi sementara oleh Pjs Kaharudin. Namun dalam dokumen hibah, nama Ridwan tercantum sebagai pihak penghibah dan penandatangan utama.

Kedua, Ridwan adalah salah satu ahli waris dari lahan waris tersebut. Ini membuat tindakannya berpotensi masuk kategori penyalahgunaan kewenangan sekaligus melanggar hukum waris.

Menurut pendamping hukum ahli waris, Direktur LSM Garuda, M. Zaini, tidak ada satu pun ahli waris lain yang mengetahui atau menyetujui hibah tersebut.

“Ridwan membuat surat hibah tanpa persetujuan saudara-saudaranya yang memiliki hak waris. Ini tidak hanya cacat administrasi, tapi juga diduga ada unsur manipulasi,” ujar Zaini.

BWS Klaim Tidak Mengetahui Tanah Sengketa

Empat pejabat BWS I Nusa Tenggara yang hadir dalam hearing mengaku tidak mengetahui status sengketa tanah saat proyek dimulai. Mereka hanya berpegang pada surat hibah yang diberikan oleh pihak desa.

Bagi ahli waris, alasan itu tidak cukup. Mereka menilai BWS lalai melakukan penelusuran keabsahan tanah, padahal pembangunan proyek fisik negara seharusnya melalui proses verifikasi berlapis.

Pembangunan embung bahkan telah dimulai ketika ahli waris tidak mengetahui apapun. Alat berat masuk dan membuka lahan tanpa pemberitahuan kepada keluarga pemilik lahan.

Kecurigaan Penundaan Pembagian Waris

Salah satu tudingan yang menguat adalah dugaan bahwa Ridwan sengaja menunda proses pembagian tanah waris. Padahal ia sempat berjanji akan menyelesaikannya dalam waktu enam bulan. Janji itu tidak pernah ditepati hingga embung berdiri.

Kini ahli waris menempuh langkah hukum dengan dugaan pemalsuan tanda tangan, penyalahgunaan kewenangan, dan penerbitan dokumen yang tidak sah.

Kasus ini berpotensi melebar ke ranah pidana administrasi dan pemalsuan dokumen.

Masalah Baru di Balik Embung yang Telah Berdiri

Embung di Dusun Omba memang berdiri kokoh. Namun legalitas tanah yang menjadi dasarnya kini berada di zona abu-abu. 

Jika dokumen yang digunakan tidak sah, maka proyek wilayah air bernilai miliaran tersebut berpotensi bermasalah secara hukum.

Di tengah proses hukum yang berjalan, embung itu berubah menjadi simbol ironi: fasilitas publik yang dibangun di atas prosedur yang dipertanyakan, dan lahan yang belum pernah diwariskan secara hukum kepada ahli waris yang sah.

Kasus ini masih bergulir, dan semua mata kini tertuju pada langkah hukum berikutnya.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01