Jelang Pilrek Unram 2026, Tiga Kasus Mengguncang Marwah Demokrasi Kampus

Mataram - Reportase7.com

Menjelang Pemilihan Rektor Universitas Mataram (Unram) periode 2026–2029, situasi akademik di kampus terbesar di Nusa Tenggara Barat tersebut tengah menjadi sorotan tajam publik, Sabtu 18 Oktober 2025.

Tiga kasus mencuat dari fakultas berbeda yang dinilai berpotensi mengguncang legitimasi pemilihan senat dan rektor, serta menggerus kepercayaan civitas akademika terhadap proses demokrasi internal kampus.

Gugatan Dosen FATEPA ke PTUN

Kasus pertama muncul dari Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri (FATEPA). Seorang dosen aktif, Dr. Ansar, S.Pd., M.Pd., menggugat Dekan FATEPA, Dr. Ir. Satrijo Saloko, M.P., ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram. Gugatan ini telah teregister dengan nomor 51/G/2025/PTUN.MTR.

Objek gugatan adalah Keputusan Dekan Nomor 2362/UN18.F10/HK/2025 tertanggal 31 Juli 2025 yang menjatuhkan dua sanksi sekaligus: penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun dan pembebasan dari jabatan maksimal tiga tahun. Menurut pihak penggugat, keputusan ini cacat prosedur karena dijatuhkan tanpa pemeriksaan etik, tanpa pemanggilan resmi, dan tanpa hak pembelaan diri. Tindakan ini dinilai melanggar asas due process of law serta sejumlah regulasi internal dan nasional.

Dugaan Intervensi dalam Pemilihan Senat Fakultas Teknik

Kasus kedua terjadi di Fakultas Teknik. Pemilihan calon anggota senat universitas pada Kamis, 25 September 2025, diduga sarat intervensi. Salah satu calon, Dr. Nur Kaliwantoro, S.T., M.T., secara terbuka menyampaikan adanya tekanan dari pejabat fakultas terhadap dosen-dosen muda untuk mengarahkan dukungan kepada kandidat tertentu.

Tudingan tersebut menyebar luas di kalangan dosen dan memicu perdebatan serius mengenai integritas proses pemilihan. 

Nur Kaliwantoro mendesak agar hasil pemilihan dibekukan sementara dan tim investigasi independen dibentuk untuk mengungkap dugaan kecurangan secara terbuka dan transparan.

Pelantikan Anggota Senat Tanpa SK Rektor

Kasus ketiga sekaligus klimaks kejanggalan adalah pelantikan anggota senat universitas awal Oktober 2025. Pelantikan tersebut dinilai cacat hukum dan administratif karena dilakukan tanpa Surat Keputusan (SK) Rektor serta dipimpin oleh Ketua Senat lama yang masa jabatannya telah berakhir.

Kuasa hukum salah satu guru besar Unram menilai tindakan ini sebagai pelanggaran substantif dan administratif. SK Rektor merupakan dasar legalitas keabsahan keanggotaan senat, sehingga pelantikan tanpa SK dapat berimplikasi hukum serius dan membatalkan tahapan pemilihan rektor berikutnya. 

Sejumlah dosen dan guru besar yang seharusnya dilantik juga dilaporkan tidak dilibatkan tanpa alasan tertulis.

Langkah Lanjutan

Tim hukum dosen tengah menyiapkan pelaporan ke Ombudsman Republik Indonesia atas dugaan maladministrasi dan tidak menutup kemungkinan akan mengajukan gugatan lanjutan ke PTUN. Kejadian ini dipandang sebagai preseden buruk bagi integritas demokrasi kampus.

Publik dan civitas akademika kini menantikan sikap terbuka dan tanggung jawab dari Rektor Unram dan jajaran pimpinan universitas. Kejelasan sikap dan langkahmu korektif dinilai sangat penting untuk memulihkan kepercayaan terhadap proses Pilrek Unram 2026.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01