![]() | |||
(Foto: Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTB Ir. Ahmadi, SP-1 dan Kabid Penataan dan Pengawasan Lingkungan DLH Provinsi NTB Didik Mahmud Gunawan Hadi) |
Sehubungan dengan laporan pengaduan persetujuan lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sumbawa Barat yang ditujukan kepada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Kabid Wilayah II Pusda LH Bali Nusra terkait adanya aktivitas oprasional Penanaman Modal Asing (PMA) oleh PT. Bukit Samudra Sumbawa (penyedia jasa akomodasi) di wilayah Desa Labuhan Kertasari, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat.
Pelaku usaha atas nama Julien Nicholas Cosmos warga negara asing (WNA) selaku penanggung jawab PT. Bukit Samudra Sumbawa dianggap telah melanggar aturan tata ruang dan pengelolaan lingkungan dengan melakukan pembangunan Villa tanpa dilengkapi dokumen yang sah. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sumbawa Barat telah melayangkan surat teguran kepada pelaku usaha untuk segera menghentikan kegiatannya dan segera mengurus perizinan yang diperlukan.
Bahkan pemerintah Desa Labuhan Kertasari pun telah memberikan teguran dan meminta kepada pelaku usaha untuk segera melengkapi izinnya. Namun hal tersebut tidak diindahkan oleh PT. Bukit Samudra Sumbawa dan aktivitas pembangunan terus berlanjut sampai saat ini, meski tidak memiliki izin resmi.
Menanggapi hal tersebut, saat ditemui di ruang kerjanya Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTB Ir. Ahmadi, SP-1, menegaskan bahwa perusahaan asing atau PMA yang beroperasi di wilayah NTB wajib memiliki izin usaha yang sah dan membuat dokumen persetujuan lingkungan seperti UKP-UPL atau AMDAL. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 yang mengatur bahwa perizinan berusaha dan persetujuan lingkungan untuk perusahaan asing berada di bawah kewenangan Pemerintah Pusat.
"Kami pemerintah Provinsi dalam hal ini DLH Provinsi NTB tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan terhadap perusahaan asing. Kami hanya bisa melakukan pengawasan, kewenangan ada pada pemeringah pusat yaitu Kementerian Lingkungan Hidup," ungkapnya.
DLH Provinsi NTB mengarahkan agar kasus ini dilaporkan ke Kementerian LH di jakarta, agar dapat ditindak, 01 Oktober 2025.
Senada dengan Kadis, Kepala Bidang (Kabid) Penataan dan Pengawasan Lingkungan DLH Provinsi NTB Didik Mahmud Gunawan Hadi juga menegaskan agar laporan terkait aktivitas perusahaan asing pembangunan Villa di Desa Labuhan Kertasari agar di laporkan ke Kementerian LH. Karena DLH Provinsi NTB tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan penyegelan terhadap aktivitas tersebut.
Dalam hal ini Didik meminta agar aparat penegak hukum (APH) segera turun gangan.
"APH harus segera turun tangan untuk melakukan peninjauan dan penertiban terhadap pelaku usaha dan aktivitas di lapangan, untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa yang tidak di inginkan," ujar Didik.
Kepada media ini, Ia memegaskan bahwa, DLH Provinsi NTB hanya bisa melakukan sangsi, namun tidak bisa melakukan tindakan strategis. Pihaknya hanya bisa melayangkan surat teguran untuk segera melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan.
"Kami hanya sebatas pengawasan dan melaporkan ke Kementerian LH selaku kewenangan pemberi izin usaha kepada PMA, karena di rezim kami ini tidak ada yang namanya pidana, pasti sifatnya administrasi," tegasnya.
Terkait dengan UKL-UPL, ia juga menegaskan bahwa hal tersebut semua kewenangan pusat atau Kementerian LH sebagai pemberi izin.
Pihaknya akan berkoordinasi dengan DLH Sumbawa Barat dan melibatkan APH untuk melakukan peninjauan langsung di lapangan. Meminta kepada pelaku usaha untuk melengkapi izinnya. Menekankan kepada APH juga untuk melakukan tindakan kepada pelaku usaha yang nakal.
"Kalau memang tidak mempunyai ijin Lingkungan berupa UKL-UPL dan telah melakukan aktifitas dapat dipidana, hal ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman 3 tahun pidana," pungkas Didik.
Pewarta: Red
Editor: R7 - 01
0Komentar