(Foto: Masyarkat ditiga Kabupaten yang mendiami lokasi yang saat ini sedang berkonfilk)
Mataram - Reportase7.com
Serikat Tani Nelayan (STN) Nusa Tenggara Barat (NTB) sedang fokus perjuangkan agenda penyelesaian konflik Agraria, terutama di 3 (tiga) Daerah di NTB, dengan menjadikan acuan utama adalah pada Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
Beberapa Daerah yang sedang berkonflik adalah yang pertama di Kabupaten Lombok Barat, tepatnya di Pantai Duduk dusun Batu Bolong, Desa Batu Layar Barat, konflik yang berkepanjangan antara Masyarakat dengan individu yang mengaku mengklaim tanah pribadi yang berlokasi di Muara Sungai yang berdempetan dengan sepadan Pantai.
Konflik tersebut, memicu warga yang saat ini berdagang dibibir pantai dikriminalisasi dengan tuntutan penggregahan lahan pribadi.
"Hal ini tidak masuk akal, penerbitan sertifikat tidak sesuai dengan undang-undang Nomor 27 tahun 2007, dan amanat Pepres Nomor 51 tahun 2016 tentang sepadan pantai," tutur Ketua STN NTB, Irfan saat ditemui di Mataram, Rabu (12/07/2023).
Daerah yang kedua adalah Kabupaten Lombok Timur yang tepatnya berada di Kecamatan Sambelia Desa Dara Kunci, ada sekitar 480 Kepala Keluarga (KK) yang sudah menggarap lahan dan bermukim sejak tahun 2001.
Warga menggarap lahan berdasarkan pada Surat Keputusan Gubernur NTB tahun 2001, yang poinnya adalah keputusan Membagikan lahan bekas HGU Tanjung Kenanga Kepada 480KK seluas masing-masing Perkepala Keluarga 41 are, poin selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan melakukan Sertifikat Hak Milik untuk 480 KK petani di lahan tersebut.
Peta konfliknya adalah lahan HGU yang diklaim oleh PT. Tanjung Kenanga tersebut adalah lahan yang dikuasai oleh 480 kepala Keluarga petani yang ijinnya sudah berakhir di Tahun 2013 yang lalu, artinya Pemprov NTB dapat melihat dan mininjau kembali sengketa tersebut sesuai amanat Perpres Nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
Untuk Daerah yang Ke-tiga adalah Kabupaten Dompu di Desa Hu,u Kecamatan Hu,u, juga mempunyai konfliknya yang hampir sama antara masyarakat adat dengan HGU PT. Atlantik Graha Buana, PT. Aria alir dan HGU PT. Bagas Ali.
Di dalam dokumen perijinannya sudah berakhir pada tahun 1993, namun yang menjadi permasalahannya HGU tersebut dijadikan agunan oleh pemegang izin tersebut di salah satu BANK swasta di Jakarta, yakni Bank BLBI, sehingga pada tanggal 25 Mei 2023 Bank tersebut melakukan penyitaan tanah seluas 10 Hektar, padahal di tanah tersebut tidak ada sama sekali aktivitas pariwisata selama puluhan tahun lamanya (terlantar).
Tanpa ada kejadian penyitaan itu, masyarakat adat tidak tahu selama ini ternyata lahan tersebut dijadikan jaminan pinjaman/agunan Bank, Sehingga perjuangan Serikat Tani Nelayan NTB meminta kepada Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten untuk sama-sama menyelesaikan konflik Agraria tersebut dengan tetap konsisten mengacu pada amanat UU Pokok-pokok Agraria Nomor 05 Tahun 1960 , dan sebagai rujukan terbaru dengan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria/Land Reform.
Pewarta: Irfan/FR
Editor: R7 - 01
0Komentar