![]() |
| (Foto: Ketua AMAN Daerah Lombok Timur, Sayadi, S.H.,) |
Lombok Utara - Reportase7.com
Sebuah gelombang penolakan menggelegar dari kaki Rinjani. Seluruh Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) daerah se–Nusa Tenggara Barat menyerukan satu suara: hentikan rencana seaplane dan glamping di Danau Segara Anak.
Mereka menyebut proyek itu bukan pembangunan, melainkan pengkhianatan terhadap ibu bumi dan leluhur.
Dari Lombok Barat hingga Bima, suara itu bulat. Para Ketua AMAN daerah — Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara, Kota Mataram, Sembalun, Sumbawa, Bima, dan Dompu menandatangani pernyataan sikap bersama: tolak mutlak proyek pariwisata eksklusif di jantung Gunung Rinjani, kawasan yang bagi masyarakat adat Sasak disebut “Paku Gumi”, poros semesta yang sakral.
Namun di balik kilau investasi dan jargon “wisata premium”, mereka menemukan aroma busuk: keputusan yang diambil tanpa suara rakyat adat.
Ada yang Disembunyikan
Ketua AMAN Daerah Lombok Timur, Sayadi, S.H., menilai proyek itu dijalankan dalam senyap. “Kami tidak pernah diajak bicara, tidak pernah memberi persetujuan. Ada sesuatu yang disembunyikan di balik nama investasi,” ujarnya, Minggu 07 Desember 2025.
Menurutnya, mekanisme Free, Prior and Informed Consent (FPIC) hak dasar masyarakat adat untuk menentukan nasib ruang hidupnya diabaikan secara terang-terangan.
Ia menduga ada “bypass” kebijakan antara pusat dan investor, melewati jalur sosial dan adat yang seharusnya menjadi pagar hukum.
“Kalau negara sendiri yang melanggar aturan konstitusi, di mana lagi rakyat bisa percaya?” tegas Sayadi.
Desakralisasi Terencana
Sementara ketua AMAN Daerah Sembalun, Junaedi, S.H., menyebut rencana pembangunan glamping di tepi danau dan pendaratan pesawat amfibi sebagai desakralisasi terencana.
“Segara Anak bukan danau kosong. Ia adalah altar suci, tempat ritual leluhur kami. Ketika mesin pesawat mendarat di air suci, itu bukan hanya bising — itu penodaan,” ujarnya.
Menurut Junaedi, proyek itu akan mencabut akar spiritual masyarakat adat Sasak yang selama berabad-abad menjaga Rinjani dengan ritual Bejoyo Gunung dan Asuh Gunung.
“Mereka datang membawa proposal investasi, tapi meninggalkan luka kultural. Ini bukan wisata, ini kolonialisasi modern,” katanya geram.
Ancaman Ekologi dan Ketidakadilan
Ketua AMAN Daerah Lombok Utara, Sinarto juga menegaskan bahwa, proyek itu juga mengandung risiko ekologis yang besar.
“Danau Segara Anak adalah sumber air bagi jutaan warga Lombok. Kalau tercemar bahan bakar seaplane atau limbah wisata, maka bencana ekologis tinggal menunggu waktu,” ujarnya.
Ia menuding pola pembangunan pariwisata ini mewujudkan ketimpangan baru — di mana ruang adat dijadikan panggung bagi wisatawan elit, sementara warga lokal disingkirkan dari tanah kelahirannya sendiri.
“Yang diundang menikmati hanya segelintir orang kaya. Yang menjaga, yang berkeringat, justru terusir,” kata Sinarto.
Proyek di Zona Larangan
Berdasarkan dokumen yang diperoleh AMAN NTB, lokasi pembangunan berada di zona inti Taman Nasional Gunung Rinjani, wilayah yang semestinya steril dari segala bentuk konstruksi permanen. Fakta ini memperkuat dugaan pelanggaran hukum dan tata kelola konservasi.
“Kalau taman nasional saja bisa disulap jadi lapangan parkir pesawat, maka hukum sudah tidak punya makna,” ujar Sayadi.
AMAN mendesak Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI untuk segera membatalkan seluruh izin wisata alam di Danau Segara Anak dan menggelar audit terbuka atas proses perizinan yang sudah berjalan. Mereka juga meminta Pemerintah Provinsi NTB tidak berhenti pada nota keberatan, tapi turun langsung melindungi ruang adat dari penetrasi modal.
Seruan dari Lereng Gunung
Dalam pernyataan bersama, para Ketua AMAN se-NTB menegaskan empat sikap utama:
1. Menolak mutlak semua bentuk izin seaplane, helikopter wisata, dan glamping di zona inti Rinjani.
2. Menuntut pembatalan izin oleh Kementerian Kehutanan RI.
3. Mendukung langkah keberatan Pemprov NTB dengan syarat harus berpihak kepada rakyat, bukan investor.
4. Menyerukan konsolidasi rakyat adat dan masyarakat sipil untuk menjaga Giri Suci Rinjani dari eksploitasi kapital.
“Rinjani adalah ibu, bukan komoditas dagang. Ia memberi hidup, bukan keuntungan jangka pendek,” tegas Sinarto menutup pernyataan.
Pewarta: Red
Editor: R7 - 01

0Komentar