Kapolres Ambil Langkah Tegas, Pemda Diminta Tak Diam soal Konflik Agraria Mentingal

Sumbawa — Reportase7.com

Ketegangan antara warga Kelompok Tani Mentingal dan PT. SBS kembali mencuat setelah sengketa lahan di wilayah tersebut tak kunjung selesai. Dalam pertemuan yang digelar di ruang Rupatama Polres Sumbawa pada 11 November 2025, kepolisian memutuskan menghentikan sementara seluruh aktivitas perusahaan di lapangan. 

Keputusan itu diambil untuk mencegah bentrokan antara warga dan perusahaan yang berselisih soal batas dan status lahan. Kedua pihak diminta menahan diri demi menjaga kondusifitas daerah, sementara pemerintah daerah diminta segera turun tangan. 

Pendamping masyarakat, Jasardi Gunawan, menyambut langkah cepat aparat kepolisian dan menilai keputusan Kapolres merupakan sinyal positif bahwa negara hadir untuk melindungi warga. 

“Kami mengapresiasi langkah tegas Kapolres yang menghentikan aktivitas di lapangan. Ini menunjukkan adanya niat melindungi warga dan memastikan proses penyelesaian berjalan adil,” ujar Jasardi. 

Namun ia menegaskan, penghentian sementara hanya bisa menjadi titik hening, bukan solusi akhir. Menurutnya, tanggung jawab berikutnya justru berada di tangan Pemerintah Kabupaten Sumbawa untuk menata ulang izin dan menyelesaikan akar konflik agraria yang menahun. 

“Pemda tidak bisa terus berdiri di pinggir. Harus ada keputusan politik yang jelas untuk menuntaskan konflik agraria ini,” kata Jasardi. 

Ia mengingatkan bahwa akar persoalan berawal dari pengingkaran komitmen perusahaan terhadap kesepakatan yang dibuat bersama warga. Pada 2 Februari 2023, perusahaan pernah menjanjikan lahan 50 hektare kepada Kelompok Tani Mentingal, hasil perjuangan masyarakat bersama LSM LPPD. Namun lahan itu justru masuk ke dalam HGU No. 66 yang terbit pada 27 Juli 2023, membuat kesepakatan itu tak pernah terealisasi. 

Situasi semakin rumit dengan adanya perubahan izin dari perkebunan sisal pada 2013 menjadi perkebunan jagung pada 2024 — perubahan yang disebut belum diketahui oleh Bupati Sumbawa dan belum dilaporkan secara resmi ke BPN Sumbawa. 

Nada serupa disampaikan Febriyan Anindita, pengacara publik LBH Keadilan Samawa Rea, yang menilai konflik lahan Mentingal menunjukkan lemahnya tata kelola agraria di tingkat daerah. 

“Setiap menjelang masa tanam, konflik kembali pecah antara warga dan perusahaan. Polanya berulang setiap tahun karena akar persoalan agraria tidak pernah diselesaikan,” ujar Febriyan. 

Ia mendesak pemerintah daerah untuk mengambil langkah proaktif, bukan sekadar menunggu ketika situasi sudah memanas. 

“Pemerintah daerah harus berani menata ulang izin, meninjau kembali HGU, dan memulihkan hak-hak warga. Tanpa langkah struktural, konflik ini hanya akan terus berputar dalam siklus yang sama. Warga menanam, perusahaan datang, dan negara terlambat hadir,” tegas Febriyan.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01