Cukai Rokok Akhirnya Terkuak oleh Purbaya

Oleh : Salamuddin Daeng
Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)


Jakarta - Reortase7.com
Sekarang orang mulai mengerti bahwa pajak di semua titik menyebabkan ekonomi tercekik, industri hancur. Kebijakan menaikkan pajak disaat De-industrialisasi membuat tax rasio atau jumlah pajak terhadap GDP (Gross Domestik Product) makin menurun. Mungkin itu memang tujuan kebijakan ini di masa lampau, di pemerintahan yang lalu, yakni membuat negara bergantung pada utang luar negeri.

Menteri Keuangan yang baru Purbaya melanjutkan pernyataannya. Selanjutnya soal cukai rokok. Kenaikan cukai rokok telah membuat industri rokok gulung tikar, terutama industri yang kecil dan menengah. Kebijakan menaikkan cukai disebut sebagai kebijakan Firaun oleh Purbaya. Siapa Firaun? Pemerintah yang doyan cukai tanpa memperhatikan kemampuan industri tembakau nasional. 

Kebijakan menaikkan cukai ini disebut Purbaya sebagai biang kerok dari banyaknya rokok ilegal. Tentu saja karena UMKM rokok dan tembakau tidak sanggup membeli pita cukai agar dapat memproduksi rokok. Karena tidak dapat membeli cukai kepada Pemerintah, atau membeli cukai kepada Menteri Keuangan, akhirnya UMKM banyak yang mebuat rokok tanpa cukai. Inilah uang disebut rokok ilegal.

Membuat rokok itu memang gampang, kalau tidak mampu membayar cukai karena karena pita cukai mahal dan selalu naik tiap tahun, maka  masyarakat akan membuat rokok sendiri. Caranya dengan tingwe alias ngelinting dewe  setelah itu tinggal diudut atau dirokok. Tembakau pun tinggal ditanam sendiri. Tapi sekarang menanam tembakau telah banyak dilarang melalui agenda alih fungsi tanaman yang menjadi kebijakan banyak  pemerintah daerah yang didukung gerakan asing anti rokok dan anti tembakau.

Gebrakan Menteri Keuangan Purbaya untuk membangkitkan kembali industri nasional dimulai dari kebijakan cukai rokok. Caranya cukai rokok mesti diturunkan. UMKM yang memproduksi rokok dibantu mengurus cukai dengan benar. Kalau bagi UMKM cukai sekarang masih mahal, maka Pemerintah harus membantu UMKM tersebut. Dengan demikian maka industri tembakau diharapkan tumbuh bersama, yang besar tumbuh, yang kecil dan menengah juga tumbuh. Sesuai teori berbaginomic. 

Usaha memulihkan kembali industri adalah jalan terbaik untuk meningkatkan penerimaan negara. Bukan dengan menaikkan pajak atau cukai, namun dengan membuat ekonomi tumbuh, industri nasional tumbuh. Dengan demikian maka penerimaan negara makin bertambah. Maka usaha mencapai ketahanan fiskal akan terwujud. Artinya negara tidak bergantung pada utang sebagaimana waktu lalu. 

Memulai re-industralisasi nasional dengan memulai dari tembakau adalah langkah yang jitu. Karena industri rokok adalah satu satunya industri nasional yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir. Terintegrasi mulai dari menanam tembakau, pabrik rokok, perbankkan dan keuangan tembakau, sampai ke perdagangan internasional tembakau. Rantai industri yang panjang, nilai tambah yang banyak dan luas. Karena tembakau Indonesia memang tidak ada duanya di dunia. 

Ingat sejarah! Dulu penjajah datang ke Indonesia berburu tembakau. Sampai sampai tembakau bahkan menjadi jangkar keuangan global pada masanya. Seperti emas, seperti minyak, seperti cripto saat ini. Sekarang penjajah mau menghancurkannya, supaya seluruh tembakau kita impor, supaya semua pabrik rokok dikuasai modal asing, industri rokok kita gulung tikar, supaya penerimaan negara menurun, supaya negara bergantung pada utang.

Langkah Menkeu Purbaya harus konsisten. Memulai dari tembakau dan industri rokok adalah langkah yang tepat. Indonesia masih pemain ke-4 terbesar di dunia dalam produsen tembakau. Walau hampir separuh kebutuhan tembakau dari impor. Saatnya menanam tembakau dimulai kembali. Dari Sumatera tembakau Deli sampai tembakau virginia terbaik lombok dan tembakau Sumbawa yang dahsyat. Ayo tanam tembakau kembali! Jangan lupa berbaginomic ala Presiden Prabowo.