(Foto Kades Lawin saat memegang nisan kuburan tua warga Adat Cek Bocek salah satu lokasi yang akan di eksploitasi operasi tambang PT AMNT)

Sumbawa - Reportase7.com

Konflik antara Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen Sury dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT) tak lagi sekadar isu lokal. Persoalan ini resmi bereskalasi ke tingkat global setelah The Copper Mark—lembaga sertifikasi rantai pasok tembaga dunia—menerbitkan keputusan admisibilitas atas pengaduan masyarakat adat. 

​Dokumen yang diterbitkan dari Cheltenham, Inggris, pada 2 Desember 2025 itu mengonfirmasi bahwa dugaan pelanggaran HAM dan manipulasi informasi lingkungan oleh korporasi telah memenuhi syarat substantif untuk ditindaklanjuti. 

​Febriyan Anindita, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Sumbawa, menyebut keputusan dengan nomor referensi Grievance #11 ini sebagai titik balik perlawanan masyarakat adat. 

​"Selama ini suara Cek Bocek diredam di level lokal. Namun dengan surat ini, dunia internasional menyatakan bahwa rintihan warga itu terdengar. Ini bukti bahwa sengketa ini bukan isapan jempol, melainkan fakta yang memiliki indikasi pelanggaran berat," ujar Febriyan, Kamis, 4 Desember 2025.

​Greenwashing dan Makam Leluhur

​Lampu hijau penyelidikan dari The Copper Mark menyoroti sejumlah "dosa" korporasi yang selama ini tertutup rapat. Berdasarkan dokumen keputusan, lembaga tersebut menerima pengaduan terkait operasi perusahaan di tanah ulayat tanpa Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (Free, Prior, and Informed Consent - FPIC). 

​Lebih tajam lagi, The Copper Mark mencatat adanya dugaan greenwashing. Perusahaan dituduh melakukan strategi pencitraan dengan sengaja menghilangkan informasi material mengenai konflik ini dari Laporan Keberlanjutan publik mereka. 

Tuduhan lain yang kini masuk radar investigasi global meliputi kegagalan mengakui masyarakat adat sebagai pemangku kepentingan utama, penodaan situs makam leluhur, hingga pelanggaran kesepakatan mediasi Komnas HAM. 

​"Poin greenwashing ini sangat vital. Publik global kini tahu bahwa klaim 'tembaga bertanggung jawab' yang digadang-gadang perusahaan memiliki celah manipulasi informasi yang serius," tegas Febriyan.

​Simalakama Dialog

​Dalam putusannya, The Copper Mark menutup kasus terhadap auditor independen (Corporate Integrity), sehingga sorotan kini sepenuhnya tertuju pada PT AMNT. Lembaga tersebut merekomendasikan "Dialog Terfasilitasi" sebagai jalan keluar utama. 

​Mekanisme ini rencananya akan dipandu langsung oleh Penanggung Jawab kasus, Humberto Cantú, serta melibatkan seorang ahli independen asal Indonesia yang mengerti isu masyarakat adat. Para pihak diberi ultimatum waktu hingga 16 Desember 2025 untuk menyepakati tawaran ini. 
​Bagi Febriyan, tawaran dialog ini adalah ujian kejujuran bagi PT AMNT.

​"Kami tidak butuh seremoni perdamaian. Jika PT AMNT berani mengambil opsi dialog ini, mereka harus siap bicara substansi: pengakuan hak ulayat dan pemulihan martabat leluhur yang makamnya tergusur. Jika tidak, proses ini hanya akan mempertegas arogansi korporasi di mata dunia," pungkasnya.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01