![]() |
| (Foto: Zulkarnaen, S.T., M.T, Pemerhati Lingkungan Sumbawa dan Akademisi Universitas Samawa) |
Sumbawa - Reportase7.com
Masyarakat dan berbagai elemen di Kabupaten Sumbawa kembali menyuarakan penolakan tegas terhadap rencana eksplorasi, dan khususnya kekhawatiran akan berlanjutnya eksploitasi, di Blok Tambang Dodo Rinti. Konsesi pertambangan yang dikelola oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT) ini telah memicu perdebatan sengit dan trauma masa lalu yang tak terlupakan. Penolakan ini bukan sekadar sentimen anti-investasi, melainkan sebuah tuntutan fundamental atas keadilan, transparansi, dan keberlanjutan hidup.
Pemerhati Lingkungan sekaligus Akademisi Universitas Samawa (Unsa) Zulkarnaen, S.T., M.T, mengungkapkan bahwa, tambang sesungguhnya belum urgen untuk dijadikan penopang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sumbawa. Sebab menurut analisanya ada 4 sektor utama yang dimiliki oleh Kabupaten Sumbawa belum dikelolah dengan maksimal, antara lain sektor Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Perkebunan.
Sektor ini menurutnya sangat potensial bila dikelola dengan profesional dan ramah lingkungan, serta sangat prospektif bagi masyarakat Sumbawa, Minggu 07 Desember 2025.
"Hemat saya tambang ini alternatif ketika daerah ini tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Kegiatan tambang tidak dapat diperbaharui dia akan berdampak permanen bagi daerah," imbuh Naen sapaan akrabnya.
Ancaman terhadap Sumber Kehidupan dan Lingkungan
Inti dari penolakan ini adalah ketakutan akan dampak ekologis dan sosial yang tak terpulihkan dan menjadi ancaman serius terhadap kerusakan lingkungan. Blok Dodo Rinti, yang mencakup kawasan-kawasan perbukitan merupakan sumber utama mata air dan irigasi yang vital bagi sawah-sawah teknis serta kebutuhan air bersih ribuan warga di beberapa Kecamatan.
Naen juga meyakini bahwa, kegiatan tambang berskala besar pasti akan merusak tata kelola air dan sumber mata air pegunungan yang selama ini menopang pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat.
Selain itu lanjut Naen, yang musti dikaji oleh pemerintah atas keberadaan Bendungan-bendungan besar yang kita miliki seperti Bendungan Batu Bulan, Bendung Mamak, Bendung Pelara di Lunyuk akan kehilangan supplay airnya.
"Jika kondisi ini terjadi, maka petani kita tidak akan hidup. Percuma miliki lahan luas nanum tidak dapat dimanfaatkan, dan Sumbawa sebagai sumber pangan di NTB akan hilang," tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa, tidak semua masyarakat Sumbawa dapat menikmati keberadaan tambang di blok Dodo Rinti, baik secara personal atau pun kelompok. Hanya segelintir orang saja yang akan menikmatinya.
"Jadi, menurut hemat saya belum begitu urgen tambang ini untuk dijadikan sumber pendapatan yang dapat mensejahterakan rakyat sumbawa," ungkapnya.
Selain itu, ia juga menyinggung pernyataan penolakan yang dilontarkan oleh hampir semua kalangan, baik praktisi sampai mantan birokrat pun telah memberikan pendapat yang sama terkait penolakan tambang. Seperti yang di sampaikan mantan Wakil Gubernur NTB H. Badrul Munir dan mantan anggota DPRD Sumbawa Salamuddin Maula pada waktu lalu yang getol melakukan upaya penolakan keberadaan tambang di blok Dodo Rinti. Karena tokoh-tokoh tersebut sangat peduli dengan lingkungan dan masa depan Sumbawa.
Penolakan Dodo Rinti adalah seruan untuk melindungi tanah air, sumber air, dan masa depan ekonomi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Sumbawa.
"Cukuplah Sumatera jadi cerminan kita, musibah banjir bandang juga gempa bumi tidak akan terelakkan. Jika kita terus memaksa eksploitasi tambang di Elang Dodo Rinti," pungkasnya.
Pewarta: Red
Editor: R7 - 01

0Komentar