Sumbawa – Reportase7.com
Lembaga Aspirasi Rakyat (LAR) Sumbawa mendesak Satgas Anti Mafia Tanah mengambil langkah tegas dalam kasus kriminalisasi yang menimpa Abdul Hatab, Ketua Umum Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (FPPK-PS). Ketua LAR, M. Roni Pasarani, S.Ap, yang juga Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Samawa, menilai kasus ini menjadi ujian serius bagi komitmen negara dalam memberantas praktik mafia tanah.
Polresta Mataram meningkatkan status hukum Abdul Hatab ke tahap penyidikan usai menerima laporan balik dari oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbawa, Sahrul. Laporan ini berkaitan dengan pernyataan Abdul Hatab dalam audiensi resmi bersama Kanwil ATR/BPN NTB pada November 2024, yang menyebut dugaan praktik mafia tanah.
Surat Perintah Penyidikan diterbitkan pada 6 September 2025 dengan nomor SP.Sidik/281/RES.1.14/IX/2025/RESKRIM. Hingga kini, proses penyidikan berjalan di Polresta Mataram.
Menurut Roni sapaan akrabnya, tindakan hukum terhadap Abdul Hatab berpotensi mengancam ruang kebebasan berpendapat.
“Hatab berbicara dalam forum resmi yang dilindungi undang-undang. Itu kritik publik, bukan pencemaran nama baik. Kalau kritik seperti ini dipidana, demokrasi kita mundur,” kata Roni kepada Media saat dimintai tanggapan, Selasa 09 September 2025.
Roni menegaskan, hukum harus mengedepankan keadilan substantif.
“Kalau pelapor mafia tanah justru dikriminalisasi, siapa yang berani melapor? Ini preseden buruk,” ujarnya.
Sebelum dilaporkan, Abdul Hatab melalui FPPK-PS telah mengajukan pengaduan dugaan praktik suap di ATR/BPN Sumbawa kepada Satgas Anti Mafia Tanah Kejati NTB.
Berdasarkan dokumen yang diterima tersaji, laporan tersebut teregistrasi dengan Nomor Agenda 8197, diterima pada 15 November 2024, dengan surat tertanggal 11 November 2024 Nomor: 1.272/B/DPP/FPPK-PS/KP/XI/2024.
Isi surat pengaduan: Laporan/Pengaduan Dugaan ATR/BPN Sumbawa Menerima Suap.
“Ini bukti Abdul Hatab tidak asal bicara. Ia menempuh jalur resmi dan melapor ke lembaga negara. Harusnya dilindungi, bukan dikriminalisasi,” tegas Roni.
Roni menekankan bahwa Satgas Anti Mafia Tanah dibentuk pemerintah untuk memberantas mafia tanah. Hingga 2023, Satgas mengklaim berhasil mengungkap 86 kasus, menyelamatkan 8.018 hektare tanah, dan mengamankan aset senilai Rp 13 triliun.
Namun, laporan Abdul Hatab ke Kejati NTB belum menunjukkan perkembangan, sementara laporan dari oknum BPN justru melaju cepat.
“Kalau Satgas diam, orang akan takut melapor. Padahal pelapor adalah ujung tombak pemberantasan mafia tanah,” ucap Roni.
Menurut M Roni Pasarani, S.Ap, kriminalisasi pelapor mafia tanah bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga ancaman terhadap demokrasi.
“Kalau ini dibiarkan, kita masuk era ketakutan. Demokrasi mati bukan karena senjata, tapi karena hukum yang disalahgunakan untuk membungkam kritik,” ujarnya.
Sebagai Ketua LAR dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Samawa, Roni menegaskan bahwa suara mahasiswa harus ikut mengawal keadilan.
“Kami siap bersuara. Perlindungan terhadap pelapor mafia tanah adalah tanggung jawab negara, dan kami akan mengawalnya sampai tuntas,” tutupnya.
Pewarta: Red
Editor: R7 - 01
0Komentar