Jakarta - Reportase7.com


Rupanya untuk menuntaskan permasalahan dugaan ijazah palsu H. Joko Widodo (Presiden RI), ketiga pakar yakni Juju Purwantoro, Mudrick Setiawan Malkan Sangidoe, mereka sependapat bahwa salah satu alternatif untuk menuntaskan problem tersebut melalui jalur politik.

Demikian disampaikan salah seorang Advokad atau penasehat Hukum Bambang Tri Mulyono. Menurut Juju, panggilan akrab Juju Purwatoro,
Sahabatnya yang berasal dari Provinsi Jawa Tengah, Mudrick Setiawan dan Malkan Sangidoe, (Ketua Dewan Pembina Mega Bintang), pada 2 November 2022 telah mengirimkan Surat kepada Pimpinan MPR RI, DPR RI dan  DPD RI. Surat tersebut pada pokoknya meminta kepada pimpinan tiga lembaga negara tersebut untuk memanggil Presiden Joko Widodo guna memastikan adanya kesimpangsiuran atas ijazah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), milik presiden Joko Widodo. (03/11/2022).

Dijelaskan Juju, Sebelumnya publik berharap kasus ijazah palsu Jokowi tersebut, bisa tuntas diselesaikan secara hukum di pengadilan. Namun, karena kliennya, Bambang Tri, ditahan oleh pihak Mabes Polri, terpaksalahnya mencabut gugatan.

"Kami selaku kuasa hukum juga tak menduga klien kami akan ditangkap dan ditahan," ungkap Juju.

Atas pertimbangan itulah, akhirnya tim kuasa hukum Bambang Tri Mulyono mencabut gugatan masalah ijazah palsu seorang Presiden.

Ditambahkan Juju, memang sulit dan  berat jika beban pembuktiannya diserahkan kepada rakyat kecil, apalagi oleh seorang Bambang Tri Mulyono yang statusnya dalam tahanan.

"Saya setuju dengan pandangan Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun, yang menyarankan kasus ini diselesaikan secara politik melalui wewenang yang ada pada DPR RI dan DPD RI." Ucap Juju.

Di terangkannya, Pada era konstitusi pra amandemen, kasus semacam itu, cukup diselesaikan oleh MPR RI. Corak pemerintahan yang parlementer, menyebabkan MPR Full Power dalam memilih, menetapkan, bahkan memakzulkan Presiden. Presiden adalah mandataris MPR.

Pasca amandemen, MPR tak bertaji. Nyaris hanya menjadi lembaga seremonial yang melantik dan mengambil sumpah Presiden. Dalam isu pemakzulan, MPR hanya mampu bertindak setelah ada putusan MK.

Namun dalam kasus ijazah palsu Jokowi tersebut, Juju juga sependapat dengan  Mudrick. Seluruh lembaga tinggi negara, baik DPR, DPD dan MPR, memiliki tanggungjawab moral untuk memastikan bahwa Jabatan Presiden Republik Indonesia tidak dijabat oleh orang yang tidak sah, tidak memenuhi syarat, karena berijazah palsu.

DPR dapat mengambil inisiatif dengan mengaktivasi hak angket, sementara DPD dan MPR ikut mensupervisi. Penyelesaian politik via DPR.

"Ini tujuannya untuk memastikan  apakah Ijazah Jokowi palsu atau asli," cetus Juju.

Kemudian menjelaskan, Jika ijazah Jokowi tersebut ternyata asli, maka semua isu miring selama ini, selesai. Akan tetapi bila palsu, tentu saja harus ditindaklanjuti dengan proses pemakzulan, mengingat, DPR sebagai wakil rakyat  mempunyai kewajiban konstitusional untuk mengontrol jalannya kekuasaan. Tentu saja tugas berat Bambang Tri Mulyono akan menjadi ringan jika diambil alih oleh DPR.

Penyelidikan oleh DPR juga lebih aman, karena DPR memiliki imunitas untuk bersuara dan pasti tidak akan ditangkap seperti Bambang Tri Mulyono. Penyelidikan DPR juga akan mengakhiri polemik ijazah palsu Jokowi.

"Secara khusus saya memberikan apresiasi kepada Sahabat saya Pak Mudrick. Dengan inisiatif melaporkan kasus ini ke pimpinan MPR RI, DPR RI dan DPD RI," pungkasnya.

Karena menurut Juju kasus dimaksud, ada harapan akan dapat diselesaikan dengan mekanisme politik oleh lembaga kekuasaan negara.

Pewarta: ILE
Editor: R7 - 01