Oleh : Suaeb Qury
Wakil Sekretaris PW NU Prov NTB
Wakil Sekretaris PW NU Prov NTB
Setiap 12 Rabiul Awal, tahun Gajah yang bertepatan dengan 20 april 571 Masehi di Mekkah, umat Islam di seluruh dunia kembali mengenang sebuah peristiwa besar: kelahiran Nabi Muhammad SAW. Bukan sekadar perayaan tahunan, Maulid Nabi adalah simbol cahaya ketauhidan yang menghapus gelapnya jahiliyah, sekaligus inspirasi untuk membangun peradaban berkeadaban.
Kelahiran Rasulullah disambut sukacita oleh keluarga besar Bani Hasyim. Riwayat mencatat, bahkan Abu Lahab yang kelak menjadi penentang dakwah Nabi, ikut berbahagia atas kelahiran beliau. Sejak awal, tanda-tanda kenabian telah nyata: kosmologi, sosial, hingga etnografi masyarakat Arab menunjukkan hadirnya sosok pembawa perubahan besar bagi dunia.
Al-Qur’an menegaskan misi agung kelahiran beliau:
“Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107).
Dengan dasar itu, Maulid Nabi bukan hanya momentum nostalgia sejarah, tetapi ruang refleksi spiritual. Ia mengingatkan kita bahwa cinta kepada Rasul harus diwujudkan dalam transformasi keimanan dan keilmuan. Dari beliau, lahir peradaban ilmu pengetahuan, akhlak mulia, serta nilai kemanusiaan universal yang tetap relevan hingga hari ini.
Tradisi Maulid yang hidup di Nusantara juga sarat makna. Dari pembacaan sholawat hingga kegiatan sosial, semuanya menjadi wujud nyata sabda Nabi:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad).
Kini, tantangan umat Islam tidak lagi sekadar menghadapi jahiliyah klasik, melainkan jahiliyah modern: disrupsi moral, penyalahgunaan teknologi, hingga krisis kemanusiaan. Karena itu, Maulid Nabi harus dimaknai sebagai panggilan untuk membumikan kembali ajaran Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari berakhlak mulia, menuntut ilmu, dan memberi rahmat bagi semesta.
Perayaan Maulid, dengan demikian, bukan hanya tradisi, tetapi energi spiritual untuk mentransformasikan cinta kepada Rasul menjadi aksi nyata dalam kehidupan sosial. Dari keimanan lahirlah keilmuan, dari keilmuan lahirlah peradaban.
0Komentar