Ketua AMAN Daerah Sumbawa: Kehadiran Prof. Humberto Memberi Harapan Baru
(Foto: Ketua AMAN Daerah Sumbawa Febriyan Anindita,) 

Sumbawa – Reportase7.com

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Sumbawa menyambut baik penunjukan Prof. Humberto Cantú Rivera sebagai penanggung jawab independen dalam proses pencarian fakta (fact finding) The Copper Mark. Bagi masyarakat adat Cek Bocek Selesek Reen Sury, langkah ini menandai momentum penting, isu lokal di Sumbawa kini berada dalam sorotan tata kelola bisnis dan hak asasi manusia global. 

Konfirmasi resmi ini diterima AMAN Daerah Sumbawa melalui email tertanggal 30 Agustus 2025 dari Hillary Amster, Chief Operating Officer The Copper Mark, yang ditujukan kepada Ketua AMAN Daerah Sumbawa, Febriyan Anindita, serta AIPNEE (Asian Indigenous Peoples Network on Extractives and Energy). 

Dalam surat elektronik tersebut, Copper Mark menyatakan bahwa Prof. Humberto Cantú Rivera ditunjuk sebagai Responsible Person sesuai section 6.2 Grievance Mechanism. Ia bersama tim akan melakukan fact finding untuk menilai kelayakan pengaduan dan menentukan langkah selanjutnya. 

Ketua AMAN Daerah Sumbawa, Febriyan Anindita, menegaskan kehadiran Prof. Humberto memberi harapan baru. 

“Kami menyambut baik penunjukan Prof. Humberto. Dengan pengalaman dan integritas beliau, kami berharap proses pencarian fakta ini benar-benar objektif, transparan, dan akuntabel,” ujarnya, Senin 01 September 2025.

Konflik antara masyarakat adat dan industri ekstraktif bukan hanya terjadi di Indonesia. Dari Amazon hingga Papua Nugini, komunitas masyarkat adat kerap menghadapi pengabaian prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC), hilangnya akses ke tanah leluhur, dan dampak lingkungan yang menghancurkan. 

Kasus komunitas Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen Sury kini memperlihatkan hal serupa, bagaimana standar internasional seperti UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs), UN Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP), hingga agenda global Corporate Sustainability Due Diligence Directive (CSDDD) diuji dalam praktik nyata. 

“Ini bukan hanya soal satu perusahaan dan satu komunitas. Ini ujian untuk menilai apakah mekanisme sertifikasi global seperti Copper Mark benar-benar berpihak pada prinsip hak asasi manusia atau sekadar legitimasi hijau untuk industri tambang,” kata Febriyan. 

Dr. Humberto Cantú Rivera adalah akademisi sekaligus praktisi hukum internasional terkemuka. Ia meraih gelar doktor dari Université Panthéon-Assas Paris II dan kini menjabat sebagai profesor hukum sekaligus Direktur Human Rights and Business Institute di Universitas Monterrey (UDEM), Meksiko. 

Selain itu, ia berafiliasi dengan Nova Centre for Business, Human Rights and the Environment (Portugal) serta menjadi peneliti tamu di Bonavero Institute of Human Rights, Universitas Oxford. 

Sejak 2015, Cantú Rivera terlibat sebagai penasihat Delegasi Meksiko dalam perundingan traktat PBB tentang Bisnis dan HAM, dan bahkan pernah tampil sebagai saksi ahli di Mahkamah Hak Asasi Manusia Inter-Amerika. 

Ia dikenal luas melalui lebih dari 35 artikel akademik, 37 bab buku, dan 10 buku yang mengulas bisnis dan HAM, khususnya soal access to remedy—hak korban untuk memperoleh pemulihan. 

AMAN Daerah Sumbawa menekankan bahwa keberhasilan proses pencarian fakta ini akan menjadi ujian kredibilitas Copper Mark di level global. 

“Kalau proses ini berjalan transparan, Copper Mark bisa memperbaiki reputasi dan memberi preseden positif bagi standar ESG internasional. Tapi kalau gagal, masyarakat internasional akan melihat Copper Mark hanya sebagai instrumen greenwashing,” tegas Febriyan. 

“Kami akan mengawal proses ini sampai masyarakat adat memperoleh keadilan yang layak, bukan hanya di Sumbawa, tapi juga sebagai bagian dari perjuangan global masyarakat adat di dunia,” pungkasnya. 

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01