Massa Aksi Lakukan Pembakaran di Kantor Perwakilan DPD RI NTB, Buntut Dugaan Suap Dua Senator

Mataram - Reportase7.com

Koalisi Pemuda dan Rakyat NTB kembali menggelar aksi di depan kantor perwakilan DPD RI di Mataram, NTB pada Jumat (26/9/2025). Aksi itu merupakan aksi ketiga yang dilakukan massa aksi. 

Aksi pertama digelar pada Jumat 19 September, kemudian aksi kedua pada Rabu, 24 September yang lalu.

Dalam aksi ini, massa aksi dijaga ketat aparat kepolisian. Mereka tetap membentangkan kain putih sepanjang 200 meter di depan kantor perwakilan DPD RI. Dalam kain putih tersebut, massa aksi menuliskan sejumlah tuntutannya.

Selain itu, massa aksi juga turut melakukan pembakaran di depan gerbang utama kantor perwakilan DPD RI di Mataram.

"Yang jelas, kami sudah sampaikan bahwa kami tidak akan berhenti sampai KPK mengungkapkan progress penanganan kasus ini," kata Koordinator Aksi, Saidin Alfajri kepada awak media di lokasi.

Pihaknya mengecam dua senator asal NTB yang dituding menerima suap. Mereka adalah Muhammad Rifky Farabi (MRF) dan Mirah Midadan Fahmid (MMF).

Pihaknya berkomitmen untuk terus melakukan aksi sampai berjilid-jilid sampai dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatensi dan menjelaskan progress penanganan kasusnya secara terbuka kepada publik.

“Data yang kami terima menunjukkan ada aliran dana yang masuk ke mereka. Aksi ini kami lakukan untuk mendesak KPK segera membuka kasus suap pemilihan Ketua DPD RI secara terang benderang,” ujarnya.

Kasus ini pertama kali mencuat lewat laporan Fithrat Irfan, mantan staf DPD RI, ke KPK. Irfan menyebut setidaknya 95 anggota DPD mendapat uang suap untuk memenangkan salah satu kandidat Ketua DPD periode 2024–2029. 

Nilainya sekitar 13 ribu dolar AS per orang. Skemanya: 5 ribu dolar untuk pemilihan Ketua DPD, dan 8 ribu dolar lainnya untuk pemilihan Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD.

Modusnya sederhana namun rapih: amplop berisi dolar disalurkan door to door ke ruang kerja para senator. Irfan mengaku mengetahui langsung pola distribusi uang tersebut.

Dari data yang beredar, sebaran penerima suap mencakup hampir seluruh daerah. Papua disebut sebagai wilayah dengan jumlah penerima terbanyak, 18 orang. 

Disusul Sulawesi (14), Kalimantan (12), Sumatera (7), Kepulauan Riau dan Riau (7), Jawa Barat-Banten (5), NTT dan NTB (5), Jawa Tengah (5), Maluku (4), Bengkulu (2), Jawa Timur (1), dan DKI Jakarta (1).

“Skandal ini bukan hanya soal dua nama dari NTB, tapi menyangkut wajah DPD secara keseluruhan. Kalau benar, hampir semua provinsi tercoreng,” kata Saidin.

Di tempat yang sama, Korlap Aksi, Lukmanul Hakim menilai, dugaan keterlibatan Rifky dan Mirah mencederai martabat daerah. NTB, yang tengah berupaya membangun citra politik bersih dan demokratis, kini ikut terseret dalam pusaran praktik suap di Senayan.

“Jujur kami malu. Mereka seharusnya membawa nama baik NTB di tingkat nasional, bukan justru memperdagangkan suara,” kata Lukman.

Koalisi juga menantang kedua senator itu tampil ke publik menjelaskan posisi mereka. “Kalau memang tidak menerima, sampaikan secara terbuka. Jangan hanya diam. Karena diam itu menguatkan dugaan,” ujarnya aktivis pemuda tersebut.

Ini adalah jilid kedua aksi mereka. Menurut rencana, gelombang protes akan terus digelar hingga KPK mengumumkan perkembangan penyidikan. Mereka bahkan menyiapkan aksi bersama aktivis dari provinsi lain. 

“Bongkar dari NTB untuk Indonesia. Kami mengajak semua aktivis di daerah lain bersuara, karena kasus ini melibatkan senator hampir di semua provinsi,” kata Lukman.

Bagi Koalisi, perlawanan ini bukan semata soal NTB, melainkan upaya memulihkan kehormatan lembaga negara. “DPD seharusnya menjadi representasi daerah, bukan representasi kepentingan transaksional,” tambahnya.

KPK sejauh ini belum memberi keterangan resmi atas laporan Irfan maupun tuntutan yang terus mengemuka dari NTB. Namun publik menunggu, apakah lembaga antirasuah berani menelisik lebih dalam hingga menyentuh ruang kerja para senator di Senayan.

“Jika KPK tidak bergerak cepat, publik akan menganggap DPD RI sebagai lembaga yang rusak dari dalam. Dan NTB tidak rela ikut dicatat dalam sejarah kotor itu,” tegas Lukman.

Pihaknya akan melakukan aksi yang sama pada pekan depan. Aksi tersebut akan terus dilakukan sampai ada jawaban resmi dari KPK soal penanganan kasus.

"Minggu depan kami akan aksi lagi. Rencananya hari Selasa dan Jumat," jelasnya.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01