Konflik Belum Terselesaikan, PT AMNT Diganjar Penghargaan PRISMA, AMAN Sumbawa Somasi Kemenkumham

Sumbawa - Reportase7.com

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Sumbawa menyiapkan somasi kepada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Mereka menilai keputusan kementerian memberikan Penghargaan PRISMA kategori hijau kepada PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) adalah bentuk greenwashing. 

Ketua AMAN Sumbawa Febriyan Anindita mengatakan bahwa, pemberian penghargaan tersebut justru membuat masyarakat adat kecewa dan tidak bisa diterima oleh nurani. 

“Konflik antara AMNT dan masyarakat adat belum pernah benar-benar selesai. Tapi perusahaan justru diberi legitimasi lewat penghargaan,” kata Febriyan Anindita, Jumat, 26 September 2025. 

Konflik ini berpusat di wilayah adat Cek Bocek Selesek Reen Sury, Desa Lawin, Kecamatan Ropang, Kabupaten Sumbawa, Provinsi NTB. Komunitas adat masih berkonflik atas aktivitas pertambangan Proyek Elang PT AMNT karena khawatir kehilangan hutan, Situs kerama, dan tanah ulayat mereka. 

Pada 2023, Komnas HAM memediasi pertemuan yang menghasilkan kesepakatan damai. Namun, menurut AMAN, tak satu pun poin kesepakatan dijalankan. “Masyarakat makin kehilangan kepercayaan. Kesepakatan yang seharusnya jadi jalan keluar malah diabaikan,” ujar Febriyan. 

Kegagalan penyelesaian nasional membuat masyarakat adat menempuh advokasi internasional. Sejak 2024, mereka melaporkan kasus ini ke Copper Mark, lembaga sertifikasi global di sektor tambang, serta ke Dewan HAM PBB.
Saat ini, tim fact finding independen yang dibentuk oleh Copper Mark tengah melakukan investigasi atas aduan masyarakat adat terhadap PT AMNT. Tim tersebut dipimpin Prof. Humberto Cantú Rivera, pakar hukum bisnis dan HAM asal Meksiko yang juga anggota Komite PBB untuk Bisnis dan HAM. 

Menurut AMAN, kehadiran tim Fact Finding menunjukkan bahwa isu Cek Bocek telah menjadi perhatian serius di tingkat internasional. 

“Ini bukan lagi masalah lokal. Perusahaan dan pemerintah Indonesia kini diawasi lembaga global,” kata Febriyan. 

Pada 19 September 2025, Febriyan hadir sebagai pembicara di UN Regional Business and Human Rights Forum Asia (RBHR Asia) di Bangkok. Ia menyuarakan konflik Cek Bocek sebagai contoh lemahnya perlindungan masyarakat adat dalam industri ekstraktif di Indonesia. 

AMAN menyebut penghargaan PRISMA kepada AMNT sebagai upaya greenwashing, memoles citra perusahaan melalui label keberlanjutan, sementara konflik tetap berlangsung. 

“Greenwashing seperti ini menyesatkan publik. Perusahaan tampil seolah peduli HAM, padahal masyarakat adat terus menghadapi ancaman di wilayahnya,” kata Febriyan. 

Somasi yang sedang disiapkan AMAN memuat tiga tuntutan antara lain:
1. Pencabutan penghargaan PRISMA kategori hijau kepada AMNT. 
2. Peninjauan ulang asesmen PRISMA dengan melibatkan masyarakat adat terdampak. 
3. Keterbukaan alasan pemberian penghargaan kepada publik. 

AMAN menegaskan, keberpihakan negara seharusnya berada di sisi masyarakat adat, bukan perusahaan. “Negara semestinya melindungi rakyatnya. Tapi yang terjadi, negara memberi karpet merah pada perusahaan yang masih berkonflik. Ini preseden buruk,” tutup Febriyan.

Pewarta: Red
Editor:  R7 - 01