DFS Elang Project PT AMNT Dinilai tidak Transparan, ITK: Pemda Sumbawa Jangan Pasif

Sumbawa — Reportase7.com

Proses finalisasi Definitive Feasibility Study (DFS) untuk Elang Project yang dilakukan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dinilai tidak transparan. Sejumlah pihak menilai, terutama masyarakat di sekitar wilayah tambang, tidak mendapat akses memadai untuk mengetahui rencana teknis dan dampak dari proyek ini. 

Abdul Haji, S. AP, Presidium Institut Transparansi Kebijakan (ITK) Kabupaten Sumbawa, mengatakan DFS adalah dokumen penting yang tidak hanya memuat data teknis, tetapi juga proyeksi dampak sosial dan lingkungan. 

“DFS adalah fondasi kebijakan operasional tambang. Menutup akses publik berarti mengabaikan prinsip keterbukaan dan partisipasi yang dijamin dalam regulasi,” ujar Abdul Haji di Sumbawa, Selasa 12 Agustus 2025.

Dalam Laporan Keberlanjutan 2024, AMNT memaparkan komitmen terhadap prinsip pertambangan berkelanjutan, pengelolaan lingkungan, dan pelibatan pemangku kepentingan. Laporan tersebut mencatat berbagai program pemberdayaan masyarakat, investasi sosial, serta upaya mengurangi jejak lingkungan. 

Namun, menurut Abdul Haji, klaim tersebut sulit diverifikasi tanpa keterbukaan DFS. 

“Publik berhak memastikan apakah teknologi yang digunakan sesuai janji, apakah rencana reklamasi realistis, dan bagaimana pembagian manfaatnya. Semua ini ada dalam DFS, bukan sekadar ringkasan di laporan,” terangnya. 

Pemerintah Daerah Dinilai Pasif 

ITK juga menyoroti sikap Pemerintah Daerah Sumbawa yang dinilai pasif dalam mengawal keterbukaan informasi terkait proyek strategis ini. Abdul Haji menilai pemda memiliki peran penting sebagai jembatan antara kepentingan masyarakat dan perusahaan, namun belum terlihat adanya inisiatif nyata untuk memastikan DFS dapat diakses publik. 

“Pemda seharusnya menjadi pengawal kepentingan publik, bukan hanya penerima laporan dari perusahaan. Tanpa inisiatif memfasilitasi konsultasi dan memastikan informasi terbuka, pemda ikut membiarkan ruang partisipasi publik menyempit,” ujarnya. 

Menurutnya, ketidakaktifan pemda berpotensi melemahkan posisi tawar masyarakat lokal, terutama masyarakat adat, dalam memastikan manfaat proyek sebanding dengan risiko yang ditanggung. 

ITK menilai keterbukaan DFS akan memperkuat akuntabilitas, mencegah konflik, dan memastikan kebijakan yang diambil mempertimbangkan kepentingan semua pihak, termasuk masyarakat adat dan lingkungan. 

Standar internasional seperti IFC Performance Standards dan UN Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) menekankan pentingnya konsultasi bermakna dan persetujuan bebas yang didahului informasi memadai. 

“Bukan hanya investor yang perlu tahu, tapi juga warga yang akan terdampak langsung,” terang Abdul Haji. 

ITK dan sejumlah organisasi masyarakat sipil di Kabupaten Sumbawa meminta AMNT serta pemerintah membuka ringkasan eksekutif DFS sebelum dokumen tersebut difinalisasi. Mereka menilai langkah ini penting untuk menjaga kredibilitas Laporan Keberlanjutan AMNT 2024 agar tidak dianggap sekadar kampanye hijau (greenwashing). 

“Transparansi bukan hambatan investasi. Justru, keterbukaan akan memperkuat kepercayaan publik,” pungkasnya.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01