Kawal NTB Soroti Catcalling di Ruang Publik Kawasan Wisata Gili Trawangan, Wisatawan Merasa Tidak Nyaman Secara Emosional
(Foto: Ketua Divisi Kajian Pariwisata, SDA, dan Lingkungan Hidup Kawal NTB, Lale Tatun) 

Lombok Tengah - Reportase7.com

Sebuah unggahan video TikTok milik wisatawan perempuan viral di media sosial setelah memperlihatkan pengalaman tak menyenangkan saat kunjungan ke Gili Trawangan, salah satu destinasi wisata unggulan di Nusa Tenggara Barat. Dalam video tersebut, ia mengaku mendapatkan komentar verbal bernada menggoda dan pertanyaan bersifat pribadi sesaat setelah tiba di pelabuhan, seperti ajakan “snorkeling gratis”, permintaan nomor WhatsApp, hingga pertanyaan soal nomor kamar hotel.

Unggahan tersebut memicu diskusi luas dan mendorong banyak perempuan, baik wisatawan domestik, mancanegara, maupun warga lokal, untuk membagikan pengalaman serupa. Mereka mengaku pernah merasa risih, tidak nyaman, hingga tertekan secara psikologis akibat perlakuan serupa yang masih dianggap sepele oleh sebagian kalangan.

Ketua Divisi Kajian Pariwisata, SDA, dan Lingkungan Hidup Kawal NTB, Lale Tatun, menyampaikan keprihatinannya atas maraknya kasus catcalling di ruang-ruang publik kawasan wisata, terutama di Gili Trawangan, Kamis 03 Juli 2025.

“Saya sendiri sebagai perempuan lokal pernah merasa tidak nyaman saat berkunjung ke Gili. Ada interaksi yang terkesan melampaui batas sopan dan itu membuat pengalaman berwisata menjadi kurang menyenangkan. Situasi seperti ini bisa menimpa siapa saja, baik warga lokal maupun tamu dari luar. Karena itu, penting bagi semua pelaku wisata untuk memahami batas dalam berinteraksi,” ujarnya.

Lale menambahkan, kasus ini seharusnya tidak dilihat sebagai insiden biasa atau candaan semata. Menurutnya, pelecehan verbal sekecil apa pun memiliki dampak langsung terhadap kenyamanan individu dan kualitas lingkungan pariwisata secara keseluruhan.

“Kita sering bicara tentang pariwisata yang ramah dan berkelanjutan. Tapi itu tidak akan tercapai jika pengunjung, terutama perempuan, merasa tidak aman secara emosional. Ramah itu bukan berarti bebas mengomentari atau menyapa dengan cara yang melampaui privasi orang lain,” tambahnya.

Ia juga menegaskan bahwa fenomena ini bukan hanya terjadi di Gili Trawangan, melainkan berpotensi muncul di berbagai kawasan wisata lainnya di Lombok, termasuk Mandalika, Senggigi, hingga destinasi alam seperti air terjun atau perbukitan.

“Kami di Kawal NTB mendorong langkah konkret dari pemerintah daerah, pengelola kawasan, serta pelaku usaha wisata agar memperkuat edukasi tentang etika interaksi dan pentingnya menciptakan ruang yang aman dan setara bagi semua pengunjung,” jelasnya.

Kawal NTB juga membuka ruang kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menyusun panduan perilaku ramah wisata (tourism code of conduct) yang bisa menjadi acuan bersama, baik untuk pekerja wisata maupun masyarakat umum di sekitar destinasi.

Sejumlah pemerhati pariwisata juga mengingatkan bahwa kenyamanan psikologis pengunjung sama pentingnya dengan infrastruktur fisik. Tanpa jaminan keamanan secara utuh, citra pariwisata NTB sebagai destinasi unggulan dunia bisa tercoreng.

“Kita ingin Lombok dikenal bukan hanya karena alamnya yang indah, tapi juga karena budaya yang menghargai,” tutup Lale.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01