Mataram - Reportase7.com
Hakim Tunggal Praperadilan di Pengadilan Negeri Mataram memutuskan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan ke Polresta Mataram atas penetapan tersangka seorang ibu dan anaknya, Jumat, 25 April 2025.
Sebelumnya, Polresta Mataram menetapkan tersangka Ang San San dan putrinya Veronica Anastasya Mercedes atas tuduhan memalsukan data pada perubahan akta anggaran dasar sebuah CV Sumber Elektronik milik almarhum Slamet Riadi Kuantanaya. Almarhum merupakan mantan suami Ang San San, sementara Veronica Anastasya Mercedes merupakan anak angkat almarhum.
Laporan pemalsuan dilayangkan oleh adik almarhum, Nyonya Lusi yang kemudian ditindaklanjuti dengan penetapan tersangka oleh Polresta Mataram.
Atas penetapan tersangka tersebut, tersangka melalui kuasa hukumnya mengajukan praperadilan.
Hakim tunggal praperadilan, Ida Ayu Masyuni dalam pertimbangannya mengatakan antara Nyonya Lusi selaku pelapor masih ada hubungan keluarga dengan Veronica Anastasya Mercedes merupakan anak angkat almarhum dan Ang San San.
Itu dibuktikan dengan adanya penetapan pengangkatan anak oleh pengadilan dan adanya bukti dari pernyataan ahli waris dan silsilah dari masing-masing pihak, baik pelapor maupun pemohon praperadilan.
Artinya, kasus tersebut seharusnya masuk ranah perdata dan Polresta Mataram seharusnya tidak gegabah dalam menjerat dengan pasal pemalsuan.
Hakim berpendapat kasus tersebut masuk ranah perdata. Tuduhan pelapor yang menyebut pemohon memalsukan pernyataan ahli waris soal “dia yang menjadi satu-satunya ahli waris dan tidak ada ahli waris lain” menjadi tidak terpenuhi unsurnya sebagaimana pasal yang diterapkan polisi yakni pemalsuan sebagaimana tertuang dalam Pasal 266 dan 263 KUHP.
Kuasa hukum pemohon, Robby Akhmad Surya Dilaga SH., MH., dari Tim Emil Siain SH, mengatakan pertimbangan hakim tunggal berdasarkan keterangan ahli perdata dari pemohon dan termohon, terhadap surat pernyataan ahli waris harus diuji terlebih dahulu dalam sidang perdata.
“Sehingga karena tidak terpenuhi dua alat bukti pemalsuan, maka penetapan tersangka menjadi tidak sah,” ujar dia.
Jauh sebelum penetapan tersangka, Robby mengatakan kuasa hukum sudah mencoba meminta Polda melakukan gelar perkara khusus karena seharusnya perkara masuk ranah perdata, tetapi Polresta Mataram tetap ngeyel menyebut memenuhi unsur pidana.
Minta Ganti Rugi
Robby mengapresiasi putusan praperadilan tersebut, karena perkara itu sangat kental dengan perdata.
“Saya sangat apresiasi putusan hakim karena ternyata pengadilan tidak menutup mata dalam menilai penyidikan, dan menurut saya perkara ini nuansa keperdataannya sangat kental, karena sesungguhnya ini adalah sengketa waris yang lebih tepat,” ujarnya.
Dia mengatakan akan meminta ganti rugi terhadap Polresta Mataram atas penetapan tersangka tersebut.
“Langkah selanjutnya kami akan meminta ganti kerugian terhadap Polres Mataram akibat dari ditetapkannya orang sebagai tersangka karena jelas-jelas orang tidak bersalah,” ujarnya.
Pelapor Ngamuk
Pelapor Nyonya Lusi yang menunggu sejak siang di pengadilan, begitu sangat kecewa dengan putusan praperadilan tersebut.
Dia melampiaskan kemarahannya kepada polisi dengan melontarkan cacian terhadap polisi.
Pantauan media ini, begitu hakim mengetuk palu dan meninggalkan ruang sidang, Nyonya Lusi bangkit dan mengata-ngatai polisi karena kalah praperadilan.
Saat ditemui awak media, dia melampiaskan kekesalannya terhadap polisi.
“Berarti polisi terlalu bod*h. Saya lapor sudah dua tahun, anak saya lapor lima bulan. Sudah lama kita lapor bukan baru,” ujarnya.
Dia kekeh mengatakan akan memasukan laporan itu kembali.
“Jelas kita akan masukan, kita tidak akan kalah. Tetap berlanjut,” ujarnya.
“Tiga alat bukti (terpenuhi) bukan dua. Kenapa bisa kalah! Ayo! Kita harus lanjutkan lagi ini supaya Indonesia hukumnya harus ditegakan,” tegasnya.
Sementara anak Nyonya Lusi menuding ada tidak beres di persidangan tersebut.
“Sudahlah, yang jelas, yang perlu diperhatikan itu pada saat pemohon memasukan permohonan, penunjukan hakim terlalu cepat. Saya mencurigai adanya sesuatu di sini,” ujarnya.
Pewarta: Red
Editor: R7 - 01
0Komentar