Dituding Langgar Prosedur, Dua Pegawai dan Pimpinan Cabang BPR Soriutu Dompu Dipecat, Edi: Saya Akan Tempuh Jalur Hukum
Redaksi
Font size:
12px
Dompu – Reportase7.com
Dua pegawai BPR Soriutu Dompu dan pimpinan cabang diberhentikan dari jabatannya, menyusul dugaan suap dalam proses pelunasan kredit macet seorang nasabah. Namun pemecatan tersebut menuai protes karena dinilai tidak sesuai regulasi, bahkan nasabah sendiri tidak merasa dirugikan, Kamis 17 April 2025.
Pemecatan tersebut bermula dari kasus seorang nasabah dengan tunggakan pinjaman sekitar Rp46 juta yang telah lama macet. Ia kemudian menyatakan niat untuk melunasi dengan syarat mendapat keringanan bunga dan menyanggupi membayar Rp20 juta.
Karena bukan kewenangan cabang, nasabah tersebut membuat surat permohonan keringanan yang diajukan ke kantor pusat BPR. Permohonan ini disetujui, dengan catatan pelunasan dilakukan dalam satu minggu. Nasabah pun melunasi pada waktu yang ditentukan.
Informasi pelunasan ini disampaikan oleh pimpinan cabang kepada seluruh staf saat apel pagi. Di momen itu, beberapa staf menyuarakan pendapat bahwa nasabah perlu memberi tambahan pembayaran karena telah lama menunggak dan merugikan BPR.
Akhirnya, disepakati secara internal dan tambahan dana diberikan secara diam-diam.
Edi Suryadi, jabatan Penyelia Penyelamatan BPR Cabang Soriutu, kemudian ditelpon oleh nasabah untuk menjemput setoran pelunasan nasabah yang membayar total Rp25 juta. Dari jumlah itu, Rp20 juta masuk ke kantor sebagai pelunasan resmi, sementara Rp5 juta dibagikan kepada 12 staf BPR Soriutu.
Namun, situasi berubah ketika salah satu staf bernama Nasarudin yang juga menerima bagian dari dana melaporkan pembagian uang tersebut ke kantor pusat. Laporan ini membuat kantor pusat mengirimkan tim SKAI untuk investigasi.
Seluruh staf yang terlibat mengembalikan dana yang diterima di depan tim SKAI. Anehnya, dana tambahan Rp8 juta itu sempat dimasukkan ke pos pendapatan perusahaan sebelum akhirnya dialihkan kembali ke rekening nasabah.
Edi Suryadi mempertanyakan keputusan pemecatan yang hanya menyasar dua orang, padahal 12 orang terlibat menerima dana.
Selain itu, Edi Suryadi dan pimpinan cabang merasa proses pemecatan tidak melalui tahapan sesuai regulasi perusahaan seperti pembinaan, peringatan, atau penurunan jabatan.
Lebih jauh, Edi menilai tidak ada unsur korupsi maupun suap dalam kasus ini, karena:
1. Pelunasan pokok Rp20 juta sudah disetujui dan diterima resmi oleh kantor pusat.
2. Tambahan dana Rp8 juta tidak dipermasalahkan oleh nasabah.
3. Nasabah bahkan membuat surat pernyataan tidak keberatan, disahkan oleh notaris.
Kini Edi menuntut klarifikasi atas dasar hukum pemecatannya. Ia meminta agar kasus ini dikaji secara objektif oleh Biro Ekonomi Setda NTB bahkan oleh Gubernur. Ia juga menyoroti keputusan Direksi BPR yang dinilai terlalu mudah melakukan pemecatan tanpa proses yang adil.
"Jika ini tidak direspon oleh pihak BPR, maka saya akan menempuh jalur hukum dan juga tidak akan menyerah sampai masalah ini selesai," tegas Edi.
Terpisah, saat melakukan konfirmasi kepada Direksi BPR Pusat yakni Ketut Sudarmana melalui whatsapp beberapa hari yang lalu. Ketut menjawab bahwa dalam masalah ini pihaknya dipanggil oleh Biro Ekonomi.
"Maaf kalau belum bisa memberikan jawaban..ke luar..kode etik kami direksi.. pak sekali lagi maaf..dan itu harus keluar dari tim legal serta konsultan hukum kami pak," jawabnya singkat.
Pewarta : Ridho/Red
Editor : R7 - 01
Baca juga:
0Komentar