Mataram - Reportase7.com
Polemik tanah seluas 1,7 hektar di Dusun Bumbang, Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah semakin memanas. Kubu Sahnun Ayitna Dewi (SAD) dan pihak yang mengklaim sebagai pemilik sah tanah tersebut akan melakukan sanding data setelah keduanya menyepakati tempat dan waktu, Selasa 27 Mei 2025.
Sertifikat atas nama Sahnun Ayitna Dewi merupakan produk asli yang dikeluarkan oleh kantor BPN Lombok Tengah. Bukan hasil cloning seperti yang di sampaikan oleh Andrre Yakub dan Lalu Sungkul selalu Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah.
Oknum BPN Lombok Tengah dan Kanwil BPN NTB telah memberikan keterangan dan bukti kongkrit terkait legalitas kepemilikan tanah Bumbangku yang dikuasai SAD.
BPN Lombok Tengah menegaskan bahwa, sertifikat atas nama Sahnun Ayitna Dewi bukan produk palsu. Sertifikat tersebut dah dan dikeluarkan oleh BPN Lombok Tengah dan tercatat secara resmi di buku tanah.
"Penggunaan blanko bekas yang disebut-sebutkan itu tidak benar, karena semua dokumen SAD telah melalui proses pemeriksaan dan validasi,” ujar pejabat BPN Lombok Tengah (red).
Selain itu, proses perolehan hak atas tanah tersebut, SAD memperoleh haknya melalui jual beli yang sah dari Sudin pada tahun 2006. Transaksi tersebut dilakukan melalui kuasa belinya Lalu Edi Karya yang telah dicatatkan di kantor PPAT/Notaris Zabur Islam, dan telah dilakukan proses balik nama serta penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) oleh BPN Lombok Tengah pada tahun 2008. .
"Proses ini didukung pula oleh surat keterangan dari BPN Lombok Tengah yang menegaskan keabsahan SHM Nomor 268 atas nama Sahnun Ayitna Dewi," tegasnya.
Sementara itu, muncul polemik dan dugaan konspirasi yang menyebutkan bahwa dokumen tersebut dipalsukan atau diubah setelah Lalu Edi Karya meninggal dunia. Padahal, menurut penjelasan pejabat BPN, transaksi jual beli dan penerbitan sertifikat berlangsung secara resmi dan sah, serta tidak pernah ada gugatan dari pihak Sudin terhadap proses tersebut.
Lebih jauh, BPN Lombok Tengah sempat meralat pernyataannya beberapa waktu lalu. Mereka menyatakan bahwa sertifikat tersebut bukan produk BPN dan tidak perlu dibatalkan karena sudah melalui proses yang sah. Namun, belakangan, muncul pernyataan berbeda yang menyatakan bahwa sertifikat tersebut bukan produk resmi BPN. Hal tersebut menimbulkan kebingungan dan menimbulkan pertanyaan mengenai integritas dan profesionalisme institusi tersebut.
Para pihak yang bersengketa diimbau untuk menyikapi permasalahan ini dengan dewasa dan mengedepankan asas saling menghormati. Mengingat saat ini kasus tersebut masih dalam proses di pengadilan, maka keputusan akhir akan ditentukan oleh pengadilan dan belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Selain dari aspek hukum, fakta di lapangan menunjukkan bahwa, tanah tersebut telah dikelola dan digunakan oleh SAD sejak tahun 2006, dengan membangun fasilitas cottage dan restoran sebagai bagian dari usaha yang dikelolanya.
Dalam konteks ini, disarankan agar pihak yang merasa dirugikan atau memiliki klaim lain secara hukum mengajukan gugatan perdata untuk menguji keabsahan sertifikat dan kepemilikan tanah tersebut. Tudingan bahwa SAD menggunakan dokumen palsu untuk menguasai tanah dianggap tidak memiliki dasar.
Berdasarkan bukti dan proses yang ada, SAD merupakan pembeli yang beritikad baik dan telah memenuhi semua prosedur administratif dan hukum.
Penegasan dari berbagai pihak bahwa, siapapun yang diduga memalsukan dokumen atau melakukan konspirasi harus bertanggung jawab sesuai hukum dan peraturan yang berlaku.
Kasus tanah Bumbangku yang melibatkan Sudin dan SAD diharapkan dapat diselesaikan secara adil dan sesuai prosedur agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan dan memperburuk suasana di masyarakat dan mengganggu pariwisata dan investasi khusunya di Kabupaten Lombok Tengah.
Pewarta: Red
Editor: R7 - 01
0Komentar