(Foto: Juju Purwantoro SH., MH, tim kuasa hukum Gus Nur dan Bambang Tri)


Jawa Tengah - Reportase7.com

Tim kuasa hukum Gus Nur dan Bambang Tri Juju Purwantoro, SH., MH, menyoroti majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surakarta pada kasus ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi), yang telah menjatuhkan vonis terhadap Ustadz Gus Nur dan Bambang Tri dengan pidana penjara 6 tahun. Pada putusan PN Surakarta bahwa Gus Nur terbukti melanggar Pasal 14 (ayat 1) UU RI Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan umum pidana, jo pasal 55 ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan perdana primer, tentang keonaran. (19/04/2023)

Dibandingkan dengan kasus- kasus serupa (berita bohong/hoax), maka vonis pemidanaan terhadap Ustadz
Gus Nur tersebut memecahkan rekor penjara tertinggi.

"Jurisprudensi atas kasus serupa biasanya dihukum penjara kurang dari 4 tahun. Bisa kita sebut sebagai vonis sesat, karena fakta persidangan belum bisa membuktikan keberadaan ijazah asli Jokowi. Apa lagi dasar acuan majelis masih saja menggunakan UU No.1 tahun  1946 (produk kolonial), yang sudah tidak relefan dan tidak memenuhi rasa keadilan untuk saat ini," ungkap Juju.

Dalam fakta persidangan, dengan agenda pembuktian (secara materiil), secara terang benderang Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mampu memperlihatkan ijazah (SD - SMA) asli Jokowi.

"Oleh karenanya, maka dakwaan JPU tentang kabar bohong ijazah palsu terhadap Gus Nur tidak terbukti sama sekali, konsekwensinya Gus Nur dan Bambang Tri harus dibebaskan. Secara 'a contrario' Jokowi lah yang seharusnya diproses hukum (due process of law)," tegas tim kuasa hukum Gus Nur dan Bambang Tri ini.

Acuannya, setiap orang berkedudukan dan diperlakukan sama dimuka hukum (equality before the law), Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) : "Semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan  pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya"

Dikatakan Juju bahwa, majelis tersebut bisa dikatakan dzolim dan sebagai 'peradilan sesat' (devil court), karena sama sekali mengabaikan bukti- bukti yang diajukan penasehat hukum. Seperti diatur pasal 184 Ayat (1) KUHAP yaitu; keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa.

Fakta, JPU dan saksi- saksi tidak mampu menunjukkan dan membuktikan ijazah asli Jokowi, jadi dimana unsur kebohongan Gus Nur.
Apalagi jaksa juga sama sekali tidak mampu menghadirkan Jokowi, walaupun (sebagai Presiden RI) dipersidangan sebagai saksi korban (ijazah palsu), sekaligus sebagai saksi kunci.

Putusan hakim Pengadilan Negeri Surakarta tersebut, akan menyimpan 'api dalam sekam' yang bisa saja terungkap setelah Jokowi lengser dari kursi presiden.

"Terhadap putusan dzalim kepada Gus Nur tersebut, kami akan melawannya dengan upaya Banding. Dengan banding ini diharapkan masih ada harapan demi mengungkap rasa keadilan dan kebenaran yang hakiki, yang tidak kami peroleh di pengadilan tingkat pertama," pungkasnya.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01