Lombok Tengah - Reportase7.com


Belasan warga asal dusun Muntung Denong Desa Sengkol Kecamatan Pujut tanam ratusan batang pohon banten di dua titik pembangunan jalan bypass  Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

Warga sengaja menanam ratusan batang pohon di dua jalur Bypass jalan penyangga Sirkuit MotoGP Mandalika pada Penlok III sebagai bentuk protes terhadap lahan yang  belum dibayar oleh PT. Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), Rabu (15/9/2021) kemaren.

Seperti yang dikatakan pemilik lahan 12 hektar asal dusun Muntung Denong Amak Mai (70), selama ini kata Amak Mai, tanah miliknya seluas 12 hektar tepat di Penlok 3 KEK Mandalika dusun Bangah Desa Sengkol tak kunjung dibayar PT ITDC.

Akan tetapi, penggusuran lahan oleh PT ITDC terus dilakukan tanpa ada pemberitahuan kepada para pemilik lahan.

"Kalau tidak dibayar kami semuanya tetap melakukan protes. Bagaimana pun caranya," geram Amak Mai usai menanam ratusan batang pohon Banten bersama belasan warga lainya.

Pada bulan Agustus 2021 dua pekan lalu, satu warga asal Dusun Muntung Denong bernama Sali (43) sempat ditangkap usai melakukan protes penggusuran lahan oleh aparat kepolisian.

Kendati demikian Amak Mai dan bersama belasan warga yang kembali melakukan protes penggusuran lahan pembangunan jalan bypass di KEK Mandalika mengaku tidak takut ditangkap aparat.

"Tangkap saja, Saya tidak takut, Ini lahan saya. Selama lahan saya belum dibayar saya akan tetap protes ke ITDC," terang Amaq Mai.

Bersama pemilik lahan lainnya Amak Mai  menantang PT. ITDC untuk membuktikan surat kepemilikan lahan yang ia garap selama puluhan tahun di Penlok III KEK Mandalika.

Ada pun dokumen kepemilikan lahan yang dimiliki Amak Mai dan Adi Wijaya (47) berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan Sporadik yang ditandatangani Camat Pujut Lalu Sungkul.

“Mana bukti kepemilikan HPL dari ITDC,  selama ini tidak ada buktinya. Maeh peritok buktin (mari tunjukkan buktinya),” ungkap Amaq Mai dalam bahasa Sasak.

Peristiwa kepemilikan tanah sejak tahun 1950 tanah seluas 36 hektar di HPL 139 sudah ia garap bersama keluarganya.  

Selain Amak Mai, pemilik lahan 1,8 hektar di HPL 139 atau Penlok III KEK Mandalika Adi Wijaya (47) dengan ahli waris Inak Wulan mengaku, PT. ITDC hanya main klaim tanah warga. Selama ini kata Adi Wijaya  PT ITDC tidak mampu membuktikan alas hak tanah warisan dari orang tuanya seluas 1,8 hektar.

“Mereka tuduh kami sudah menjual tanah di atas nama orang lain. Mana buktinya? Kami punya data Sporadik kok atas lahan  1,8 hektar ini,” beber Adi Wijaya.

Selama proses penggusuran lahan, PT ITDC meminta kepada semua pemilik lahan di HPL 139 Penlok III KEK Mandalika untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.

“Silakan ke pengadilan kata ITDC, masak kita merebut tanah sendiri. Sejarahnya dari mana? Siapa yang benar dan lebih dulu di sini. Orang tua saya, kakek saya sebelum tahun 1965 sudah menggarap lahan ini. Pada  zaman PKI, saya sudah ada di sana,” geram Adi.

Ia mengaku, dari empat titik lahan atas nama Inak Wulan ahli waris dari Adi Wijaya telah dibayar LTDC pada tahun 1980. Untuk 1 hektar lahan di Tanduk sudah dibayar dengan harga Rp200 ribu per are. Sedangkan di wilayah Pongos tepat di samping pantai Tanjung Aan Kuta Mandalika seluas 71 are sudah dibayar ITDC tahun 1998 dengan harga Rp 300 ribu per are.

“Sudah empat titik lahan Inak Wulan ibu saya dibayar ITDC. Yang belum itu di atas Gunung Lamet seluas 65 are. Untuk yang lahan datar di Batu Putek pinggir pantai Tanjung Aan sudah dibayar Rp 300 ribu per are. Jadi total lahan yang dibayar itu 3,26 hektar sudah dibayar sejak tahun 1960 sampai tahun 1998,” ungkap Adi.

Pewarta: YD
Editor: R7 - 01