----
Catatan
Didin Maninggara
Episode 3
----
Gerimis rindu hujan cinta, tumpah di bibir basah pantai Senggigi, Senin senja hari ini, 27 Desember 2021.
Ingin rasanya kupotong sebagian senja itu, lalu kukubur kedalam lautan yang ombaknya bernyanyi kecil. Agar inspirasiku kembali tenang untuk menulis catatan episode ketiga ini. Tentang apa yang kudengar dari bincang santai bersama Taufik Surrahman, kawula muda milenial usia 28 tahun yang menyandang sederet prestasi akademis sebaga penggerak pendidikan luar negeri dan ekonomi perbankan syariah.
Kukagumi pikiran dan pandangannya yang sarat visi perubahan yang berkemajuan.
Ia membuang jauh pikiran buruk masa lalu yang tidak produktif. Yang terseret dan terbakar api penyesalan, berganti dengan pikiran tenang yang tidak terikat dengan kesalahan masa silam. Karena didalam hatinuraninya bersemayam kejujuran spiritualitas. Terbuang jauh virus pemujian, bahkan pemujaan yang bersifat duniawi.
Begitulah dinamika spiritualitas Taufik yang bersemi di bawah kolong batinnya, dalam melakoni hidup yang bersifat duniawi. Bahwa manusia, hewan, tumbuhan dan segala hal yang ada di muka bumi dan alam semesta adalah ciptaan Allah yang nisbi, tidak kekal dan akan binasa. Maka, tak pantas hamba Tuhan mengagung-agungkan yang fana, tidak abadi melampaui yang semestinya, atau berlebihan.
Kekuatan yang melekat pada manusia adalah anugerah Tuhan yang sifatnya sementara. Termasuk kekuasaan dari jabatan yang disandang oleh siapa pun, hanyalah bersifat musiman.
Memaknai sesuatu, jangan sampai kehilangan nalar waras. Seperti memuji, bahkan memuja karena seseorang sedang berkuasa, atau di puncak kekuasaan.
Taufik mengingatkan, pemimpin sama-sama mahluk Tuhan yang juga memiliki baik dan buruknya, kelebihan dan kekurangannya, serta diketahui rekam jejaknya dengan mata telanjang.
Pemujaan, pemujian dan penokohan yang melebihi takaran manusia biasa menjadi pemandangan lumrah hanya karena kepentingan sesaat. Kejernihan akal sehat pun menjadi luntur gara-gara kepentingan sesaat.
Itulah virus pemujaan Fir'un yang merasa paling hebat dan mengaku dirinya Tuhan pun, akhirnya karam di laut merah.
(Bersambung)
0Komentar