Sumbawa - Reportase7.com
Peraturan Desa (Perdes) Lawin No. 1 Tahun 2020 tentang Pengakuan Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen Sury disebut sebagai “benteng adat” di Sumbawa. Aturan ini lahir dari inisiatif Desa di tengah absennya kebijakan Pemerintah Kabupaten Sumbawa yang hingga kini belum melahirkan Perda Pengakuan Masyarakat Adat, Minggu 24 Agustus 2025.
Muhammad Roni Pasarani, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Samawa sekaligus Ketua Lembaga Aspirasi Rakyat Sumbawa (LAR), menilai keberanian Desa Lawin adalah tamparan bagi pemerintah kabupaten.
“Ketika kabupaten sibuk mengurus revisi RTRW untuk proyek tambang, Desa justru melahirkan aturan yang melindungi masyarakat adat. Perdes Lawin adalah benteng adat sekaligus bukti kelalaian Pemda Sumbawa,” ujar Roni.
Menurutnya, lahirnya Perdes Lawin menunjukkan kegagalan administrasi pemerintahan kabupaten dalam menjalankan mandat konstitusi. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 jelas memerintahkan negara untuk mengakui masyarakat hukum adat, namun mandat itu tidak diterjemahkan dalam perda.
“Kabupaten meninggalkan kewajibannya. Desa mengambil alih,” tegasnya.
Lanjut Roni, Perdes Lawin tidak hanya berfungsi sebagai pengakuan formal, tetapi juga sebagai tameng menghadapi ekspansi industri ekstraktif.
“Di tengah masuknya proyek tambang PT Amman Mineral, masyarakat adat tidak dibiarkan telanjang hukum. Mereka punya perdes sebagai benteng administratif,” terangnya.
Ia menilai, justru Desa yang kini menghidupkan konstitusi. “Pemda Sumbawa lalai, DPRD diam, bupati enggan bersura. Tapi Desa Lawin membuktikan bahwa rakyat bisa mengerjakan amanat konstitusi. Itulah kekuatan Perdes Lawin,” tegasnya.
Sebagai Ketua LARS, Roni mendesak pemerintah kabupaten berhenti berlindung di balik alasan teknis.
“Kalau desa bisa membuat benteng adat, kabupaten seharusnya lebih berani. Jangan sampai sejarah mencatat bahwa konstitusi hanya dijalankan di desa, sementara kabupaten sibuk melayani kepentingan tambang,” pungkasnya.
Pewarta: Red
Editor: R7 - 01
0Komentar