(Foto: Juju Purwantoro SH MH advokat senior dan ketua bidang Hukum DPP Partai UMMAT)


Jakarta - Reportase7.com

advokat senior dan juga ketua bidang Hukum DPP Partai UMMAT Juju Purwantoro, SH., MH, menyayangkan  terjadinya pemecatan (PHK) terhadap 3 orang petugas security bandara (Avsec) Soekarno-Hatra Cengkareng akibat mengawal Habib Bahar Bin Smith pada Jum’at, 31 Maret 2023 oleh pihak otoritas Bandara. Ketiganya dinilai telah melakukan tindakan indisipliner 'pelanggaran berat' SOP kerja di Bandara. Alasannya, hal itu dianggap dapat menimbulkan dampak terkait aspek keamanan yang tidak diinginkan.

Padahal sesuai dengan konstitusi UUD 1945, Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 28E ayat (1) UUD 1945, pada intinya setiap orang berhak untuk memilih pekerjaan dan bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

"Dasar hukum yang mengatur tentang PHK sendiri adalah pasal 154A (ayat 1) Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto Undang-Undang No 11 Tahun 2020 mengenai Cipta Kerja," ungkap Juju.

Ia menjelaskan secara khusus (lex specialis) berdasarkan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, tidak serta merta pengusaha secara sepihak dapat menjatuhkan PHK semaunya kepada karyawannya. (05/04/2023)

Mengacu Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tersebut, PHK disebut sah jika terjadi dua kondisi, yaitu;
Pertama, adanya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang disepakati perusahaan dan pekerja.
Kedua, adanya putusan dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).

"Oleh karenanya jika tidak adanya PKB atau putusan pengadilan yang sah terkait PHK tersebut, pihak perusahaan tidak sah melakukan PHK sepihak terhadap karyawannya," jelasnya.

"Alasan pelanggaran berat terhadap SOP atau tindakan indisipliner, kemudian langsung diambil tindakan tegas dengan memberikan sanksi terberat (PHK), adalah inkonstitusional dan pelanggaran HAM. Tindakan PHK adalah upaya hukum terakhir (ultimum remedium), seyogiyanya didahului tegoran lisan (bipatride) dan peringatan tertulis," lanjut advokat senior itu.

Juju menjelaskan bahwa, sudah menjadi pengetahuan umum dan penghormatan (kewajaran) jika seoramg tokoh atau ulama tiba dari perjalanan, misal di Bandara, maka penjemput tekadang memeluk atau mencium tangannya apa lagi kepada seorang tokoh (ulama), atau artis sekalipun.

"Tindakan PHK tersebut tampak kontradiktif, diskriminatif, dan menciderai rasa keadilan, sehingga mereka (avsec) sewajarnya dapat dipekerjakan kembali," pungkasnya.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01