Jakarta - Reportase7.com
Jumpa Pers yang digelar di Kantor DPP Masyumi di jalan Ampera, Jakarta Selatan itu Menyoal Unsur Plagiarisme Dalam Putusan Perkara Habib Rizieq Syihab dkk, pada Senin (06/09/2021).
Acara yang digelar oleh Direktur HRS Center selaku Ketua Eksaminasi, Dr H. Abdul Chair Ramadhan dan Dewan Penyantun HRS Center Dr. Ahmad Yani, serta beberapa tokoh nasional lainnya antara lain Prof. Egi Sujana, Ketua Umum Alumni PA 212, Slamet Maarif, Pengacara HRS Azis Yanuar, mengungkap sejumlah kejanggalan serta fakta baru terkait kasus yang kini tengah mendera HRS dkk.
Menurut Direktur HRS Center Dr. H. Abdul Chair, bahwa pada putusan perkara Habib Rizieq Syihab nomor 225/pid.sus/2021/PN JKT Tim yang diputus secara terpisah dengan dr. Andi Tata dan Habib Hanif Al- Atas, terdapat unsur plagiarisme dalam pertimbangan hukumnya. Unsur plagiarisme menunjuk pada uraian penjelasan ajaran atau doktrin "Kesengajaan dengan kemungkinan" yang ternyata berasal dari internet, setidaknya dari dua sumber yakni hukum online dan atau sikripsi mahasiswa fakultas hukum yang tidak menyebut sumber refrensinya. Kemudian hasil plagiat tersebut menjadi dalil pertimbangan pemenuhan unsur "Dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat".
Menurut Abdul Chair, plagiarisme dalam putusan pengadilan tersebut, justru semakin menurunkan citra dan Marwah pengadilan. "Itu contoh yang tidak patut", terang Direktur HRS Center.
Menyikapi hal tersebut, pihaknya menyampaikan beberapa pendapat antara lain, Hasil penelitian menunjukkan adanya dugaan keterhubungan yang sistematis antara tindakan plagiat dengan rekayasa pemenuhan unsur "Dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat" yang didalilkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri ( PN ) Jakarta Timur. "Itu tidak sesuai dengan maksud penggunaannya", cetus Abdul Chair.
Selain itu lanjutnya, plagiarisme tersebut juga berhubungan dengan pemenuhan unsur "Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta ( deelneming ) dalam pernyataa sebagai perluasan pertanggungjawaban pidana", mempersyaratkan harus adanya permufakatan jahat (dolus premeditatus), dan oleh karena itu menurutnya, kesengajaan yang terjadi, bukan bercorak dengan kemungkinan melainkan bercorak dengan maksud (Als oogmerk).
Sementara dalam persidangan tersebut, tidak dijumpai fakta terjadinya permufakatan jahat dalam pemberitahuan/pernyataan tentang kondisi kesehatan HRS. Disisi lain Judex factie, tidak menggunakan keterangan ahli hukum pidana yang dihadirkan dipersidangan tersebut, padahal keterangan ahli, merupakan salah satu alat bukti yang syah, sebagaimana diatur dalam pasal 184 ayat 1 UU NO. 8 tahun 1981, tentang kitab UU hukum pidana.
Lebih dari itu, pemenuhan unsur dalam a quo, cenderung sangat dipaksakan. Hal itu menunjukkan bahwah perkara tersebut tidak murni perkara hukum, melainkan lebih mengandung kepentingan politis. Itulah sebabnya proses hukum terhadap HRS dkk, dipahami oleh masyarakat sebagai bagian dari kriminalisasi yang terstruktur dan sistematis.
Adanya beberapa unsur tersebut, HRS Center, mendesak pihak pihak terkait seperti Mahkamah Agung ( MA ), Komisi Yudisial dan Komisi III DPR RI, untuk menindaklanjuti, temuan plagiat dalam putusan a quo, dan plagiat tersebut sekaligus menjadi dalil bagi majelis hakim kasasi pada MA untuk membatalkan putusan pemidanaan PN Jakarta Timur, terhadap para terdakwa HRS dkk.
Pewarta: ILE
Editor: R7-01
0Komentar