Jeritan Guru Honorer Swasta, Antara Loyalitas dan Kesejahteraan


Lombok Barat – Reportase7.com

Dibalik gemerlap nama besar dan fasilitas modern sejumlah sekolah swasta, tersimpan realita yang menyayat nasib guru honorer swasta yang terus terpinggirkan dalam sistem pendidikan nasional.

Pemerhati Pendidikan NTB, sekaligus Pengurus Yayasan Tunas Bangsa Senggigi, Rusman Khair, S.S., S.H, menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi ini. Apalagi rencana Bupati Lombok Barat yang akan merumahkan tenaga honorer ini sangat menyedihkan guru honorer yang selama ini terlibat mencerdaskan kehidupan bangsa. 

“Mereka bukan relawan. Mereka pekerja profesional yang punya keluarga dan tanggung jawab, namun tetap diperlakukan seperti pelengkap saja,” tegasnya, Senin 20 Oktober 2025.

Ditempat terpisah, Kepala TK Tunas Bangsa Senggigi, Riyadatul Jannah, S. Pd, memapaparkan lebih jauh bahwa, guru-guru honorer di sekolah swasta yang setiap hari mengajar dengan penuh dedikasi. Namun, gaji yang diterima jauh dari kata layak. Tanpa tunjangan, tanpa jaminan sosial, dan tanpa kepastian masa depan.

“Kami mencerdaskan anak bangsa, sama seperti guru di sekolah negeri. Tapi mengapa kami terus terpinggirkan," sesalnya.

Bukan hanya itu, Pemerintah pusat pernah memberikan harapan besar melalui program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun, guru swasta mengaku sulit mengakses program ini. Mereka merasa tidak mendapat prioritas dalam seleksi, bahkan masa pengabdian puluhan tahun pun tak diakui secara administratif.

Sementara itu, banyak guru negeri yang baru bekerja satu atau dua tahun langsung lolos menjadi ASN. Tentu ini melukai hati dan nurani yang mengabdi di swasta. 

Selain itu, loyalitas menjadi ujian berat. Banyak guru swasta telah bertahun-tahun membangun sekolah dari nol, mengenal murid satu per satu, dan menjadi bagian penting komunitas. Namun, di tengah ketidakpastian ekonomi, mereka kini berada di persimpangan jalan. Tetap setia pada institusi atau mencari kepastian melalui jalur ASN.

Sejumlah guru mulai angkat suara. Mereka menuntut keadilan dan pengakuan yang setara. Beberapa poin tuntutan mereka meliputi. Akses yang setara dalam seleksi ASN (PPPK dan CPNS)

Pengakuan masa kerja dan kontribusi mereka Program PPPK Paruh Waktu yang diperkenalkan belakangan ini juga belum menjawab kebutuhan riil guru swasta. Skema ini dianggap tidak memberi perlindungan dan kestabilan yang cukup, apalagi bagi mereka yang mengajar penuh waktu dengan beban kerja tinggi.

Pemerintah didesak untuk lebih aktif dan responsif terhadap nasib guru honorer swasta. Bukan hanya dengan pendekatan efisiensi anggaran, tapi dengan kebijakan berbasis keadilan dan kemanusiaan. Karena sejatinya, kualitas pendidikan tidak hanya ditentukan oleh kurikulum atau fasilitas, tetapi oleh siapa yang berdiri di depan kelas.

Oleh karena itu, Guru honorer swasta tidak meminta belas kasihan. Mereka hanya menginginkan kesempatan yang setara dan pengakuan yang adil atas kontribusi mereka dalam mencerdaskan anak bangsa.

"Jeritan ini bukan sekadar keluhan. Ini adalah panggilan moral untuk semua pemangku kebijakan agar melihat guru honorer swasta. bukan sebagai beban, tetapi sebagai pilar penting pendidikan Indonesia," tandasnya.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01