Lombok Timur - Reportase7.com Ketegangan mencuat dalam forum dengar pendapat yang digelar di Desa Banjarsari. Warga dari Dusun Dasan Sawe dan Cempaka menyuarakan kekecewaan mendalam terhadap proses pengangkatan Kaur Desa yang dinilai tidak adil dan sarat kepentingan keluarga.  Dalam forum yang dihadiri Kepala Desa, BPD, tokoh masyarakat, dan panitia rekrutmen, warga menilai keputusan yang diambil oleh Kepala Desa Muhammad Haris telah mencederai semangat musyawarah dan keadilan yang sejak awal menjadi pondasi terbentuknya Desa Banjarsari, Jumat 11 Juli 2025.  “Banjarsari dibangun dari gotong royong semua Dusun. Namun, dalam pengangkatan Kaur kali ini, kami dari Dasan Sawe dan Cempaka justru tidak dilibatkan. Ini bukan hanya soal jabatan, tapi tentang keadilan dan penghormatan terhadap sejarah,” ujar salah satu tokoh masyarakat, Najamuddin, yang juga dikenal sebagai salah satu perintis Desa.  Najamuddin menuding, proses seleksi telah diwarnai unsur nepotisme karena salah satu peserta yang lolos memiliki ikatan keluarga dengan kepala desa. Ia menyebut bahwa jika tuntutan warga tidak dipenuhi, masyarakat siap mengambil langkah tegas, termasuk menduduki kantor desa dan mempertimbangkan bergabung ke desa lain.  “Kami sudah jenuh dipinggirkan. Kalau suara kami terus diabaikan, kami siap keluar dari Banjarsari dan bergabung ke Desa Teros,” tegasnya.  Sementara itu, Ketua BPD Banjarsari, H. Samsul menyampaikan, meskipun panitia telah mengikuti prosedur administrasi sesuai peraturan desa dan perbup, aspirasi masyarakat tetap harus menjadi pertimbangan utama.  “Kami bukan menolak aturan, tapi kalau aturan dijalankan dengan mengorbankan keharmonisan masyarakat, itu keliru. Pemerintah desa harus mendengar suara rakyat. Jangan hanya berlindung di balik regulasi,” ujar H. Samsul.   Ia juga mengingatkan bahwa, keterwakilan wilayah dalam struktur pemerintahan desa adalah bagian dari keseimbangan, bukan sekadar formalitas.   "Kami mendesak agar keterwakilan Dasan Sawe dan Cempaka segera diwujudkan untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan publik," tegasnya.   Tokoh agama dan tokoh perempuan dari kedua dusun turut menyampaikan bahwa selama ini, kehadiran perangkat desa dari wilayah mereka sangat membantu masyarakat dalam mengakses pelayanan, termasuk administrasi kependudukan.   Ketiadaan wakil dari Dasan Sawe dinilai memperparah jarak emosional dan pelayanan antara pemerintah desa dan warga.  “Dulu masyarakat kami tidak canggung datang ke kantor Desa karena ada wakil mereka. Sekarang, mereka merasa asing di Desanya sendiri,” ujar Surniati, tokoh perempuan setempat.  Menanggapi berbagai keluhan itu, forum sepakat untuk menyerahkan masalah ini ke BPD agar segera menggelar pertemuan lanjutan dengan pemerintah desa dan menyusun rekomendasi resmi. Jika tidak ada solusi yang memuaskan, warga menyatakan siap menggekar aksi secara damai.  Pewarta: RS Editor: R7 - 01

Lombok Timur - Reportase7.com

Ketegangan mencuat dalam forum dengar pendapat yang digelar di Desa Banjarsari. Warga dari Dusun Dasan Sawe dan Cempaka menyuarakan kekecewaan mendalam terhadap proses pengangkatan Kaur Desa yang dinilai tidak adil dan sarat kepentingan keluarga.

Dalam forum yang dihadiri Kepala Desa, BPD, tokoh masyarakat, dan panitia rekrutmen, warga menilai keputusan yang diambil oleh Kepala Desa Muhammad Haris telah mencederai semangat musyawarah dan keadilan yang sejak awal menjadi pondasi terbentuknya Desa Banjarsari, Jumat 11 Juli 2025.

“Banjarsari dibangun dari gotong royong semua Dusun. Namun, dalam pengangkatan Kaur kali ini, kami dari Dasan Sawe dan Cempaka justru tidak dilibatkan. Ini bukan hanya soal jabatan, tapi tentang keadilan dan penghormatan terhadap sejarah,” ujar salah satu tokoh masyarakat, Najamuddin, yang juga dikenal sebagai salah satu perintis Desa.

Najamuddin menuding, proses seleksi telah diwarnai unsur nepotisme karena salah satu peserta yang lolos memiliki ikatan keluarga dengan kepala desa. Ia menyebut bahwa jika tuntutan warga tidak dipenuhi, masyarakat siap mengambil langkah tegas, termasuk menduduki kantor desa dan mempertimbangkan bergabung ke desa lain.

“Kami sudah jenuh dipinggirkan. Kalau suara kami terus diabaikan, kami siap keluar dari Banjarsari dan bergabung ke Desa Teros,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua BPD Banjarsari, H. Samsul menyampaikan, meskipun panitia telah mengikuti prosedur administrasi sesuai peraturan desa dan perbup, aspirasi masyarakat tetap harus menjadi pertimbangan utama.

“Kami bukan menolak aturan, tapi kalau aturan dijalankan dengan mengorbankan keharmonisan masyarakat, itu keliru. Pemerintah desa harus mendengar suara rakyat. Jangan hanya berlindung di balik regulasi,” ujar H. Samsul. 

Ia juga mengingatkan bahwa, keterwakilan wilayah dalam struktur pemerintahan desa adalah bagian dari keseimbangan, bukan sekadar formalitas. 

"Kami mendesak agar keterwakilan Dasan Sawe dan Cempaka segera diwujudkan untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan publik," tegasnya. 

Tokoh agama dan tokoh perempuan dari kedua dusun turut menyampaikan bahwa selama ini, kehadiran perangkat desa dari wilayah mereka sangat membantu masyarakat dalam mengakses pelayanan, termasuk administrasi kependudukan. 

Ketiadaan wakil dari Dasan Sawe dinilai memperparah jarak emosional dan pelayanan antara pemerintah desa dan warga.

“Dulu masyarakat kami tidak canggung datang ke kantor Desa karena ada wakil mereka. Sekarang, mereka merasa asing di Desanya sendiri,” ujar Surniati, tokoh perempuan setempat.

Menanggapi berbagai keluhan itu, forum sepakat untuk menyerahkan masalah ini ke BPD agar segera menggelar pertemuan lanjutan dengan pemerintah desa dan menyusun rekomendasi resmi. Jika tidak ada solusi yang memuaskan, warga menyatakan siap menggekar aksi secara damai.

Pewarta: RS
Editor: R7 - 01