LSM Garuda Indonesia Soroti Jejak Tim Transisi dalam Kasus Dana Siluman

Mataram – Reportase7.com

Penolakan praperadilan yang diajukan IJU dan HK menandai babak baru dalam pengungkapan skandal dana siluman di NTB. Putusan itu tidak hanya memperkuat posisi penyidik, tetapi juga membuka ruang lebih luas untuk menelusuri aktor di balik praktik yang menyeret sejumlah nama.

Direktur LSM Garuda Indonesia, M. Zaini, menilai putusan praperadilan tersebut seharusnya tidak dimaknai sebagai akhir, melainkan awal untuk membongkar struktur kejahatan yang lebih besar. 

“Ini momentum untuk mengungkap aktor intelektual dader yang selama ini belum tersentuh,” ujarnya kepada media ini, Rabu 24 Desember 2025.

Menurut Zaini, IJU, HK, MNI, dan 15 anggota DPRD NTB lainnya harus dilihat dalam posisi yang lebih proporsional. Ia menyebut mereka berada dalam pusaran besar skandal dana siluman, namun bukan perancang utama skema tersebut.

Zaini menekankan satu fakta penting yang kerap luput dari perhatian publik. Ide, pembahasan, hingga rumusan pergeseran pokok-pokok pikiran (pokir) dewan, bukan berasal dari DPRD NTB.

“Dari awal, skema pergeseran pokir itu lahir dari pemerintah Provinsi. Bukan dari DPRD,” tegas Zaini. 

Karena itu, Zaini menduga ada aktor yang sejak awal merancang arah kebijakan tersebut, lalu secara aktif mempengaruhi para legislator.

Dalam pandangannya, upaya mempengaruhi itu berujung pada praktik jual beli pokir siluman. IJU, HK, dan MNI disebut berada dalam posisi yang rentan terhadap tekanan dan bujukan sistem yang sudah dibangun lebih dulu.

Jejak Eks Tim Transisi

Kecurigaan Zaini mengerucut pada eks tim transisi Gubernur NTB. Tim ini disebutnya sejak awal terlibat dalam pendampingan dan perumusan kebijakan Gubernur, termasuk yang berkaitan dengan program-program strategis daerah.

“Kami menduga kuat, aktor intelektual ini berasal dari oknum tim transisi. Mereka ada sejak tahap perencanaan sampai kebijakan dijalankan,” kata Zaini.

Dugaan itu, menurutnya, harus diuji secara hukum. Ia mendorong Kejaksaan Tinggi NTB untuk tidak berhenti pada tersangka lapangan, tetapi menelusuri siapa yang mengendalikan arah permainan.

Zaini menyebut, jika merujuk pada Pasal 5 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang suap, maka pertanggungjawaban pidana tidak boleh berhenti pada pihak yang menerima atau terpengaruh.

“Mereka yang merumuskan skema dan mendorong terjadinya transaksi juga harus dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya. 

Zaini bahkan mendorong agar rekening para oknum eks tim transisi ditelusuri untuk memastikan ada atau tidaknya aliran dana yang relevan.

Langkah pelacakan itu, menurut Zaini, penting untuk memastikan ada tidaknya unsur 'mens rea' sejak tahap perencanaan kebijakan hingga lahirnya transaksi.

Perkada 06/2025 dalam Sorotan

Zaini juga menyinggung lahirnya Peraturan Kepala Daerah (Perkada) Nomor 06 Tahun 2025. Ia menilai perlu ada penelusuran mendalam apakah regulasi tersebut murni kebijakan administratif atau justru menjadi pintu masuk praktik transaksional.

“Apakah sejak perumusan Perkada itu sudah ada niat jahat, ini yang harus dibongkar,” katanya. 

Zaini menilai titik ini krusial untuk membuktikan peran aktor intelektual dalam keseluruhan rangkaian peristiwa.

Di tengah kritiknya, Zaini tetap mengapresiasi Kejati NTB atas keberanian membongkar skandal dana siluman. Ia menyebut pengungkapan awal kasus ini sebagai langkah penting dalam membersihkan praktik gelap pengelolaan anggaran daerah.

Namun, ia mengingatkan bahwa keadilan substantif hanya akan tercapai jika pengungkapan menyentuh aktor utama. 

“Kalau hanya berhenti pada korban di lapangan, publik tidak akan pernah tahu siapa raja siluman yang sebenarnya,” ujarnya.

Bagi Zaini, penolakan praperadilan seharusnya menjadi pintu masuk bagi penegak hukum untuk naik kelas dari sekadar memproses akibat, menuju membongkar sebab. Di sanalah, kata dia, integritas penegakan hukum benar-benar diuji.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01