Oleh: Dra. Ni Nengah Sri Swathi
(Plt Kepala SMPN 2 Mataram dan Pengawas Pendidikan)
Mataram - Reportase7.com
Pendidikan adalah medan inovasi yang tiada henti. Guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan (GTK) setiap hari bergelut dengan tantangan, menemukan solusi kreatif, dan menerapkan strategi efektif yang secara langsung meningkatkan kualitas pembelajaran dan manajemen sekolah. Namun, seringkali praktik-praktik baik ini, yang merupakan aset berharga, tidak terdokumentasi dengan baik. Akibatnya, potensi untuk berbagi, mereplikasi, dan memperluas dampak positif praktik-praktik tersebut menjadi terhambat. Inilah masalah krusial yang coba diatasi oleh model STARLI.
STARLI, sebuah akronim dari Situasi, Tantangan, Aksi, Refleksi, Laporan, dan Improvisasi, adalah kerangka kerja sistematis yang dirancang untuk membantu GTK mengubah pengalaman praktis mereka menjadi dokumen bermutu. Ini bukan sekadar format pelaporan, melainkan sebuah panduan komprehensif yang mendorong pemikiran reflektif dan analisis mendalam terhadap praktik yang telah dilakukan.
Mengapa STARLI Penting?
Banyak GTK menghadapi kesulitan dalam mendokumentasikan praktik baik. Kesibukan, kurangnya waktu, atau ketidakpahaman tentang cara menyusun laporan yang efektif sering menjadi kendala. STARLI hadir sebagai solusi, menyederhanakan proses dokumentasi sekaligus memastikan kualitas dan relevansi isi laporan. Dengan STARLI, praktik baik tidak lagi sekadar cerita lisan, melainkan menjadi bukti konkret dari inovasi dan profesionalisme GTK.
Langkah-langkah STARLI: Panduan Menuju Dokumentasi Bermutu
1. Situasi
Langkah awal dalam STARLI adalah menganalisis situasi atau masalah nyata yang menjadi latar belakang praktik baik. Ini melibatkan identifikasi kondisi spesifik, data pendukung, alasan mengapa praktik ini penting, serta peran dan tanggung jawab GTK atau profil siswa yang terlibat. Misalnya, jika praktik baik adalah tentang meningkatkan minat baca siswa, maka situasi akan menjelaskan data rendahnya minat baca di sekolah, dampak negatifnya, dan mengapa intervensi ini krusial.
2. Tantangan
Setelah memahami situasi, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam mencapai tujuan praktik. Siapa saja yang terlibat dalam tantangan ini? Apa saja hambatan yang muncul? Pada tahap ini, GTK juga didorong untuk mulai memikirkan solusi-solusi potensial untuk mengatasi tantangan tersebut. Misalnya, tantangan dalam meningkatkan minat baca bisa jadi adalah kurangnya koleksi buku menarik atau minimnya dukungan orang tua.
3. Aksi
Bagian aksi merinci langkah-langkah konkret yang dilakukan untuk menghadapi tantangan. Ini mencakup strategi yang digunakan, bagaimana pelaksanaannya, siapa saja yang terlibat (siswa, rekan guru, orang tua, komunitas), dan sumber daya atau materi yang diperlukan. Penting juga untuk mencantumkan dokumen pendukung yang harus disiapkan, seperti foto kegiatan, lembar kerja siswa, rekaman audio/video, atau testimoni. Misalnya, aksi untuk meningkatkan minat baca bisa berupa pembentukan pojok baca, mengadakan lomba resensi buku, atau melibatkan orang tua dalam kegiatan membaca bersama.
4. Refleksi
Refleksi adalah inti dari pembelajaran dan perbaikan berkelanjutan. Dalam STARLI, refleksi dilakukan menggunakan model 4F:
- Fact (Apa yang sebenarnya terjadi?): Gambaran objektif dari peristiwa atau kegiatan yang dilakukan.
- Finding (Apa respons emosional atau subjektif saya terhadap fakta ini?): Perasaan, pemikiran, dan kesan pribadi GTK terhadap hasil praktik.
- Feeling (Apa pelajaran atau insight yang didapat dari fakta dan perasaan ini?): Pemahaman mendalam atau pembelajaran baru yang muncul dari pengalaman.
- Future (Apa tindakan atau strategi ke depan berdasarkan refleksi ini?): Rencana perbaikan, pengembangan, atau replikasi praktik di masa mendatang.
5. Laporan
Semua informasi yang telah dikumpulkan dan direfleksikan kemudian disusun menjadi laporan berdasarkan templat yang telah disediakan. Templat ini memastikan konsistensi dan kelengkapan informasi, memudahkan pembaca untuk memahami praktik baik yang dilakukan. Dalam pendampingan STARLI, setiap peserta dituntut untuk menghasilkan setidaknya satu laporan praktik baik yang berkualitas.
6. Improvisasi
Langkah terakhir, namun tak kalah penting, adalah improvisasi melalui kegiatan peer review. Dalam kegiatan ini, GTK saling menilai karya satu sama lain, memberikan evaluasi terhadap laporan praktik baik, dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan atau replikasi. Praktik baik yang dinilai efektif memiliki potensi untuk diadopsi oleh sekolah lain, menciptakan efek domino positif di seluruh ekosistem pendidikan. Contoh kegiatan improvisasi bisa berupa forum diskusi kelompok terfokus atau presentasi praktik baik antar GTK.
Dampak Positif STARLI
Penerapan STARLI tidak hanya membantu GTK dalam mendokumentasikan praktik baik, tetapi juga mendorong budaya refleksi, kolaborasi, dan perbaikan berkelanjutan. Dengan adanya dokumentasi yang sistematis, praktik baik yang tadinya hanya menjadi kisah individu kini dapat menjadi aset kolektif yang menginspirasi dan diadopsi oleh lebih banyak pihak. STARLI bukan hanya alat, melainkan sebuah filosofi yang memberdayakan GTK untuk menjadi agen perubahan yang lebih efektif dan terukur. Mari bersama-sama mengubah praktik baik menjadi dokumen bermutu untuk kemajuan pendidikan Indonesia.
0Komentar